SUGENG RAWUH

Selasa, 18 Oktober 2011

PUISI KARYA KAHLIL GIBRAN

7 ALASAN MENCELA DIRI

Tujuh kali aku pernah mencela jiwaku,

pertama kali ketika aku melihatnya lemah,

padahal seharusnya ia bisa kuat.

Kedua kali ketika melihatnya berjalan terjongket-jongket

dihadapan orang yang lumpuh

Ketiga kali ketika berhadapan dengan pilihan yang sulit dan mudah

ia memilih yang mudah

Keempat kalinya, ketika ia melakukan kesalahan dan cuba menghibur diri

dengan mengatakan bahawa semua orang juga melakukan kesalahan

Kelima kali, ia menghindar kerana takut, lalu mengatakannya sebagai sabar

Keenam kali, ketika ia mengejek kepada seraut wajah buruk

padahal ia tahu, bahawa wajah itu adalah salah satu topeng yang sering ia

pakai

Dan ketujuh, ketika ia menyanyikan lagu pujian dan menganggap itu sebagai

suatu yang bermanfaat

Kahlil Gibran

ALAM & MANUSIA

Aku mendengar anak sungai merintih bagai seorang janda yang menangis

meratapi kematian anaknya dan aku kemudian bertanya, "Mengapa engkau

menangis, sungaiku yang jernih?' Dan sungai itu menjawab, 'Sebab aku

dipaksa mengalir ke kota tempat Manusia merendahkan dan mensia-siakan

diriku dan menjadikanku minuman-minuman keras dan mereka

memperalatkanku bagai pembersih sampah, meracuni kemurnianku dan

mengubah sifat-sifatku yang baik menjadi sifat-sifat buruk."

Dan aku mendengar burung-burung menangis, dan aku bertanya, "Mengapa

engkau menangis, burung-burungku yang cantik?"

Dan salah satu dari burung itu terbang mendekatiku, dan hinggap di hujung

sebuah cabang pohon dan berkata, "Anak-anak Adam akan segera datang di

ladang ini dengan membawa senjata-senjata pembunuh dan menyerang kami

seolah-olah kami adalah musuhnya. Kami sekarang terpisah di antara satu

sama yang lain, sebab kami tidak tahu siapa di antara kami yang bisa selamat

dari kejahatan Manusia. Ajal memburu kami ke mana pun kami pergi."

Kini, matahari terbit dari balik puncak pergunungan, dan menyinari puncak- puncak pepohonan dengan rona mahkota. Kupandangi keindahan ini dan aku bertanya kepada diriku sendiri, 'Mengapa Manusia mesti menghancurkan segala karya yang telah diciptakan oleh alam?'

Khalil Gibran

ANAK

Dan seorang perempuan yang menggendong bayi dalam dakapan dadanya

berkata, Bicaralah pada kami perihal Anak.

Dan dia berkata:

Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu

Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri

Mereka dilahirkan melalui engkau tapi bukan darimu

Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu

Pada mereka engkau dapat memberikan cintamu, tapi bukan fikiranmu

Kerana mereka memiliki fikiran mereka sendiri

Engkau bisa merumahkan tubuh-tubuh mereka, tapi bukan jiwa mereka

Kerana jiwa-jiwa itu tinggal di rumah hari esok, yang tak pernah dapat engkau

kunjungi meskipun dalam mimpi

Engkau bisa menjadi seperti mereka, tapi jangan cuba menjadikan mereka

sepertimu

Kerana hidup tidak berjalan mundur dan tidak pula berada di masa lalu

Engkau adalah busur-busur tempat anakmu menjadi anak-anak panah yang

hidup diluncurkan

Sang pemanah telah membidik arah keabadian, dan ia merenggangkanmu

dengan kekuatannya, sehingga anak-anak panah itu dapat meluncur dengan

cepat dan jauh.

Jadikanlah tarikan tangan sang pemanah itu sebagai kegembiraan

Sebab ketika ia mencintai anak-anak panah yang terbang, maka ia juga

mencintai busur teguh yang telah meluncurkannya dengan sepenuh kekuatan.

(Dari 'Cinta, Keindahan, Kesunyian')

Kahlil Gibran

ANTARA PAGI DAN MALAM HARI

TENANGLAH hatiku, kerana langit tak pun mendengari

Tenanglah, kerana bumi dibebani dengan ratapan kesedihan.

Dia takkan melahirkan melodi dan nyanyianmu.

Tenanglah, kerana roh-roh malam tak menghiraukan bisikan rahsiamu, dan

bayang-bayang tak berhenti dihadapan mimpi-mimpi.

Tenanglah, hatiku. Tenanglah hingga fajar tiba, kerana dia yang menanti pagi

dengan sabar akan menyambut pagi dengan kekuatan. Dia yang mencintai

cahaya, dicintai cahaya.

Tenanglah hatiku, dan dengarkan ucapanku.

DALAM mimpi aku melihat seekor murai menyanyi saat dia terbang di atas

kawah gunung berapi yang meletus.

Kulihat sekuntum bunga Lili menyembulkan kelopaknya di balik salju.

Kulihat seorang bidadari telanjang menari-menari di antara batu-batu kubur.

Kulihat seorang anak tertawa sambil bermain dengan tengkorak-tengkorak.

Kulihat semua makhluk ini dalam sebuah mimpi. Ketika aku terjaga dan

memandang sekelilingku, kulihat gunung berapi memuntahkan nyala api, tapi

tak kudengar murai bernyanyi, juga tak kulihat dia terbang.

Kulihat langit menaburkan salju di atas padang dan lembah, dilapisi warna

putih mayat dari bunga lili yang membeku.

Kulihat kuburan-kuburan, berderet-deret, tegak di hadapan zaman-zaman

yang tenang. Tapi tak satu pun kulihat di sana yang bergoyang dalam tarian,

juga tidak yang tertunduk dalam doa.

Saat terjaga, kulihat kesedihan dan kepedihan; ke manakah perginya

kegembiraan dan kesenangan impian?

Mengapa keindahan mimpi lenyap, dan bagaimana gambaran-gambarannya

menghilang? Bagaimana mungkin jiwa tertahan sampai sang tidur membawa

kembali roh-roh dari hasrat dan harapannya?

DENGARLAH hatiku, dan dengarlah ucapanku.

Semalam jiwaku adalah sebatang pohon yang kukuh dan tua, menghunjam

akar-akarnya ke dasar bumi dan cabang-cabangnya mencekau ke arah yang

tak terhingga.

Jiwaku berbunga di musim bunga, memikul buah pada musim panas. Pada

musim gugur kukumpulkan buahnya di mangkuk perak dan kuletakkannya di

tengah jalan. Orang-orang yang lalu lalang mengambil dan memakannya, serta

meneruskan perjalanan mereka.

KALA musim gugur berlalu dan gita pujinya bertukar menjadi lagu kematian

dan ratapan, kudapati semua orang telah meninggalkan diriku kecuali satu-

satunya buah di talam perak.

Kuambil ia dan memakannya, dan merasakan pahitnya bagai kayu gaharu,

masam bak anggur hijau.

Aku berbicara dalam hati,"Bencana bagiku, kerana telah kutempatkan

sebentuk laknat di dalam mulut orang-orang itu, dan permusuhan dalam

perutnya.

" Apa yang telah kaulakukan, jiwaku, dengan kemanisan akar-akarmu itu yang

telah meresap dari usus besar bumi, dengan wangian daun-daunmu yang telah

meneguk cahaya matahari?"

Lalu kucabut pohon jiwaku yang kukuh dan tua.

Kucabut akarnya dari tanah liat yang di dalamnya dia telah bertunas dan

tumbuh dengan subur. Kucabut akar dari masa lampaunya, menanggalkan

kenangan seribu musim bunga dan seribu musim gugur.

Dan kutanam sekali lagi pohon jiwaku di tempat lain.

Kutanam dia di padang yang tempatnya jauh dari jalan-jalan waktu.

Kulewatkan malam dengan terjaga di sisinya, sambil berkata,"Mengamati

bersama malam yang membawa kita mendekati kerlipan bintang."

Aku memberinya minum dengan darah dan airmataku, sambil

berkata,"Terdapat sebentuk keharuman dalam darah, dan dalam airmata

sebentuk kemanisan."

Tatkala musim bunga tiba, jiwaku berbunga sekali lagi.

PADA musim panas jiwaku menyandang buah. Tatkala musim gugur tiba,

kukumpulkan buah-buahnya yang matang di talam emas dan kuletakkan di

tengah jalan. Orang-orang melintas, satu demi satu atau dalam kelompok-

kelompok, tapi tak satu pun menghulurkan tangannya untuk mengambil

bahagiannya.

Lalu kuambil sebuah dan memakannya, merasakan manisnya bagai madu

pilihan, lazat seperti musim bunga dari syurga, sangat menyenangkan laksana

anggur Babylon, wangi bak wangi-wangian dari melati.

Aku menjerit,"Orang-orang tak menginginkan rahmat pada mulutnya atau

kebenaran dalam usus mereka, kerana rahmat adalah puteri airmata dan

kebenaran putera darah!"

Lalu aku beralih dan duduk di bawah bayangan pohon sunyi jiwaku di sebuah

padang yang tempatnya jauh dari jalan waktu.

TENANGLAH, hatiku, hingga fajar tiba.

Tenanglah, kerana langit menghembus bau hamis kematian dan tak bisa

meminum nafasmu.

Dengarkan, hatiku, dan dengarkan aku bicara.

Semalam fikiranku adalah kapal yang terumbang-ambing oleh gelombang laut

dan digerakkan oleh angin dari pantai ke pantai

Kapal fikiranku kosong kecuali untuk tujuh cawan yang dilimpahi dengan

warna-warna, gemilang berwarna-warni.

Sang waktu datang kala aku merasa jemu terapung-apungan di atas

permukaan laut dan berkata,

"Aku akan kembali ke kapal kosong fikiranku menuju pelabuhan kota tempat

aku dilahirkan."

Tatkala kerjaku selesai, kapal fikiranku

Aku mulai mengecat sisi-sisi kapalku dengan warna-warni - kuning matahari

terbenam, hijau musim bunga baru, biru kubah langit, merah senjakala yang

menjadi kecil. Pada layar dan kemudinya kuukirkan susuk-susuk menakjubkan,

menyenangkan mata dan menyenangkan penglihatan.

Tatkala kerjaku selesai, kapal fikiranku laksana pandangan luas seorang nabi,

berputar dalam ketidakterbatasan laut dan langit. Kumasuki pelabuhan

kotaku, dan orang muncul menemuiku dengan pujian dan rasa terima kasih.

Mereka membawaku ke dalam kota, memukul gendang dan meniup seruling.

Ini mereka lakukan kerana bahagian luar kapalku yang dihias dengan

cemerlang, tapi tak seorang pun masuk ke dalam kapal fikiranku.

Tak seorang pun bertanya apakah yang kubawa dari seberang lautan

Tak seorang pun tahu kenapa aku kembali dengan kapal kosongku ke

pelabuhan.

Lalu kepada diriku sendiri, aku berkata,"Aku telah menyesatkan orang-orang,

dan dengan tujuh cawan warna telah kudustai mata mereka"

Setelah setahun aku menaiki kapal fikiranku dan kulayari di laut untuk kedua

kalinya.

Aku berlayar menuju pulau-pulau timur, dan mengisi kapalku dengan dupa dan

kemenyan, pohon gaharu dan kayu cendana.

Aku berlayar menuju pulau-pulau barat, dan membawa bijih emas dan gading,

batu merah delima dan zamrud, dan sulaman serta pakaian warna merah

lembayung.

Dari pulau-pulau selatan aku kembali dengan rantai dan pedang tajam,

tombak-tombak panjang, serta beraneka jenis senjata.

Aku mengisi kapal fikiranku dengan harta benda dan barang-barang lhasil

bumi dan kembali ke pelabuhan kotaku, sambil berkata, "Orang-orangku pasti

akan memujiku, memang sudah pastinya. Mereka akan menggendongku ke

dalam kota sambil menyanyi dan meniup trompet"

Tapi ketika aku tiba di pelabuhan, tak seorangpun keluar menemuiku. Ketika

kumasuki jalan-jalan kota, tak seorang pun memerhatikan diriku.

Aku berdiri di alun-alun sambil mengutuk pada orang-orang bahawa aku

membawa buah dan kekayaan bumi. Mereka memandangku, mulutnya penuh

tawa, cemuhan pada wajah mereka. Lalu mereka berpaling dariku.

Aku kembali ke pelabuhan, kesal dan bingung. Tak lama kemudian aku melihat

kapalku. Maka aku melihat perjuangan dan harapan dari perjalananku yang

menghalangi perhatianku. Aku menjerit.

Gelombang laut telah mencuri cat dari sisi-sisi kapalku, tak meninggalkan apa

pun kecuali tulang belulang yang bertaburan.

Angin, badai dan terik matahari telah menghapus lukisan-lukisan dari layar,

memudarkan ia seperti pakaian berwarna kelabu dan usang.

Kukumpulkan barang-barang hasil dan kekayaan bumi ke dalam sebuah perahu

yang terapung di atas permukaan air. Aku kembali ke orang-orangku, tapi

mereka menolak diriku kerana mata mereka hanya melihat bahagian luar. Pada saat itu kutinggalkan kapal fikiranku dan pergi ke kota kematian. Aku duduk di antara kuburan-kuburan yang bercat kapur, merenungkan rahsia- rahsianya.

TENANGLAH, hatiku, hingga fajar tiba.

Tenanglah, meskipun prahara yang mengamuk mencerca bisikan-bisikan

batinmu, dan gua-gua lembah takkan menggemakan bunyi suaramu.

Tenanglah, hatiku, hingga fajar tiba. Kerana dia yang menantikan dengan

sabar hingga fajar, pagi hari akan memeluknya dengan semangat.

NUN di sana! Fajar merekah, hatiku. Bicaralah, jika kau mampu bicara!

Itulah arak-arakan sang fajar, hatiku! Akankah hening malam melumpuhkan

kedalaman hatimu yang menyanyi menyambut fajar?

Lihatlah kawanan merpati dan burung murai melayang di atas lembah.

Akankah kengerian malam menghalangi engkau untuk menduduki sayap

bersama mereka?

Para pengembala memandu kawanan dombanya dari tempat ternak dan

kandang.

Akankah roh-roh malam menghalangimu untuk mengikuti mereka ke padang

rumput hijau?

Anak lelaki dan perempuan bergegas menuju kebun anggur. Kenapa kau tak

berganjak dan berjalan bersama mereka?

Bangkitlah, hatiku, bangkit dan berjalan bersama fajar, kerana malam telah

berlalu. Ketakutan malam lenyap bersama mimpi gelapnya.

Bangkitlah, hatiku, dan lantangkan suaramu dalam nyanyian, kerana hanya

anak-anak kegelapan yang gagal menyatu ke dalam nyanyian sang fajar.

Khalil Gibran

BAGI SAHABATKU YANG TERTINDAS

Wahai engkau yang dilahirkan di atas ranjang kesengsaraan, diberi makan

pada dada penurunan nilai, yang bermain sebagai seorang anak di rumah tirani,

engkau yang memakan roti basimu dengan keluhan dan meminum air keruhmu

bercampur dengan airmata yang getir.

Wahai askar yang diperintah oleh hukum yang tidak adil oleh lelaki yang

meninggalkan isterinya, anak-anaknya yang masih kecil, sahabat-sahabatnya,

dan memasuki gelanggang kematian demi kepentingan cita-cita, yang mereka

sebut 'keperluan'.

Wahai penyair yang hidup sebagai orang asing di kampung halamannya, tak dikenali di antara mereka yang mengenalinya, yang hanya berhasrat untuk hidup di atas sampah masyarakat dan dari tinggalan atas permintaan dunia yang hanya tinta dan kertas.

Wahai tawanan yang dilemparkan ke dalam kegelapan kerana kejahatan kecil

yang dibuat seumpama kejahatan besar oleh mereka yang membalas

kejahatan dengan kejahatan, dibuang dengan kebijaksanaan yang ingin

mempertahankan hak melalui cara-cara yang keliru.

Dan engkau, Wahai wanita yang malang, yang kepadanya Tuhan

menganugerahkan kecantikan. Masa muda yang tidak setia memandangnya dan

mengekorimu, memperdayakan engkau, menanggung kemiskinanmu dengan

emas. Ketika kau menyerah padanya, dia meninggalkanmu. Kau serupa mangsa

yang gementar dalam cakar-cakar penurunan nilai dan keadaan yang

menyedihkan.

Dan kalian, teman-temanku yang rendah hati, para martir bagi hukum buatan manusia. Kau bersedih, dan kesedihanmu adalah akibat dari kebiadaban yang hebat, dari ketidakadilan sang hakim, dari licik si kaya, dan dari keegoisan hamba demi hawa nafsunya

Jangan putus asa, kerana di sebalik ketidakadilan dunia ini, di balik persoalan,

di balik awan gemawan, di balik bumi, di balik semua hal ada suatu kekuatan

yang tak lain adalah seluruh kadilan, segenap kelembutan, semua kesopanan,

segenap cinta kasih.

Engkau laksana bunga yang tumbuh dalam bayangan. Segera angin yang lembut

akan bertiup dan membawa bijianmu memasuki cahaya matahari tempat

mereka yang akan menjalani suatu kehidupan indah.

Engkau laksana pepohonan telanjang yang rendah kerana berat dan bersama

salju musim dingin. Lalu musim bunga akan tiba menyelimutimu dengan

dedaunan hijau dan berair banyak.

Kebenaran akan mengoyak tabir airmata yang menyembunyikan senyumanmu.

Saudaraku, kuucapkan selamat datang padamu dan kuanggap hina para

penindasmu.

Khalil Gibran

BANGSA KASIHAN

Kasihan bangsa yang memakai pakaian yang tidak ditenunnya,

memakan roti dari gandum yang tidak dituainya

dan meminum anggur yang tidak diperasnya

Kasihan bangsa yang menjadikan orang bodoh menjadi pahlawan,

dan menganggap penindasan penjajah sebagai hadiah.

Kasihan bangsa yang meremehkan nafsu dalam mimpi-mimpinya ketika tidur,

sementara menyerah padanya ketika bangun.

Kasihan bangsa yang tidak pernah angkat suara

kecuali jika sedang berjalan di atas kuburan,

tidak sesumbar kecuali di runtuhan,

dan tidak memberontak kecuali ketika lehernya

sudah berada di antara pedang dan landasan.

Kasihan bangsa yang negarawannya serigala,

falsafahnya karung nasi,

dan senimannya tukang tambal dan tukang tiru.

Kasihan bangsa yang menyambut penguasa barunya

dengan trompet kehormatan namun melepasnya dengan cacian,

hanya untuk menyambut penguasa baru lain dengan trompet lagi.

Kasihan bangsa yang orang sucinya dungu

menghitung tahun-tahun berlalu

dan orang kuatnya masih dalam gendongan.

Kasihan bangsa yang berpecah-belah,

dan masing-masing mengangap dirinya sebagai satu bangsa.

Khalil Gibran

CINTA (I)

Lalu berkatalah Almitra, Bicaralah pada kami perihal Cinta.

Dan dia mengangkatkan kepalanya dan memandang ke arah kumpulan manusia

itu, dan keheningan menguasai mereka. Dan dengan suara lantang dia berkata:

Pabila cinta memberi isyarat kepadamu, ikutilah dia,

Walau jalannya sukar dan curam.

Dan pabila sayapnya memelukmu menyerahlah kepadanya.

Walau pedang tersembunyi di antara hujung-hujung sayapnya bisa melukaimu.

Dan kalau dia berbicara padamu percayalah padanya.

Walau suaranya bisa menggetar mimpi-mimpimu bagai angin utara

membinasakan taman.

Kerana sebagaimana cinta memahkotai engkau, demikian pula dia akan

menghukummu.

Sebagaimana dia ada untuk menyuburkanmu, demikian pula dia ada untuk

mencantasmu.

Sebagaimana dia mendaki ke puncakmu dan membelai mesra ranting-ranting

lembutmu yang bergetar dalam cahaya matahari.

Demikian pula dia akan menghunjam ke akarmu dan menggegarkannya di dalam

pautanmu pada bumi.

Laksana selonggok jagung dia menghimpun engkau pada dirinya.

Dia menghempuk engkau hingga kau telanjang

Dia mengasing-asingkan kau demi membebaskan engkau dari kulitmu.

Dia menggosok-gosok engkau sampai putih bersih.

Dia meramas engkau hingga kau menjadi lembut;

Dan kemudian dia mengangkat engkau ke api sucinya sehingga engkau bisa

menjadi hidangan suci untuk pesta kudus Tuhan.

Semua ini akan ditunaikan padamu oleh Sang Cinta, supaya bisa kau fahami

rahsia hatimu, dan di dalam pemahaman dia menjadi sekeping hati Kehidupan.

Namun pabila dalam ketakutanmu kau hanya akan mencari kedamaian dan

kenikmatan cinta.

Maka lebih baiklah bagimu untuk menutupi tubuhmu dan melangkah keluar

dari lantai-penebah cinta.

Memasuki dunia tanpa musim tempat kau dapat tertawa, tapi tak seluruh

gelak tawamu, dan menangis, tapi tak sehabis semua airmatamu.

Cinta tak memberikan apa-apa kecuali dirinya sendiri dan tiada mengambil

apa-apa pun kecuali dari dirinya sendiri.

Cinta tiada memiliki, pun tiada ingin dimiliki;

Kerana cinta telah cukup bagi cinta.

Pabila kau mencintai kau takkan berkata, "Tuhan ada di dalam hatiku," tapi

sebaliknya, "Aku berada di dalam hati Tuhan."

Dan jangan mengira kaudapat mengarahkan jalannya Cinta, sebab cinta, pabila

dia menilaimu memang pantas, mengarahkan jalanmu.

Cinta tak menginginkan yang lain kecuali memenuhi dirinya. Namun pabila kau

mencintai dan memerlukan keghairahan, biarlah ini menjadi keghairahanmu:

Luluhkan dirimu dan mengalirlah bagaikan anak sungai, yang menyanyikan

alunannnya bagai sang malam.

Kenalilah penderitaan dari kelembutan yang begitu jauh.

Rasa dilukai akibat pemahamanmu sendiri tentang cinta;

Dan menitiskan darah dengan ikhlas dan gembira.

Terjaga di kala fajar dengan hati berawangan dan mensyukuri hari baru

penuh cahaya kasih;

Istirah di kala siang dan merenungkan kegembiraan cinta yang meluap-luap;

Kembali ke rumah di kala senja dengan rasa syukur;

Dan kemudian tidur bersama doa bagi kekasih di dalam hatimu dan sekuntum

nyanyian puji-pujian pada bibirmu.

(Dari 'Sang Nabi')

Khalil Gibran

CINTA (II)

Mereka berkata tentang serigala dan tikus

Minum di sungai yang sama

Di mana singa melepas dahaga

Mereka berkata tentang helang dan hering

Menjunam paruhnya ke dalam bangkai yg sama

Dan berdamai - di antara satu sama lain,

Dalam kehadiran bangkai - bangkai mati itu

Oh Cinta, yang tangan lembutnya

mengekang keinginanku

Meluapkan rasa lapar dan dahaga

akan maruah dan kebanggaan,

Jangan biarkan nafsu kuat terus menggangguku

Memakan roti dan meminum anggur

Menggoda diriku yang lemah ini

Biarkan rasa lapar menggigitku,

Biarkan rasa haus membakarku,

Biarkan aku mati dan binasa,

Sebelum kuangkat tanganku

Untuk cangkir yang tidak kau isi,

Dan mangkuk yang tidak kau berkati

(Dari 'The Forerunner))

Kahlil Gibran

CINTA (III)

Kelmarin aku berdiri berdekatan pintu gerbang sebuah rumah ibadat dan

bertanya kepada manusia yang lalu-lalang di situ tentang misteri dan kesucian

cinta.

Seorang lelaki setengah baya menghampiri, tubuhnya rapuh wajahnya gelap.

Sambil mengeluh dia berkata, "Cinta telah membuat suatu kekuatan menjadi

lemah, aku mewarisinya dari Manusia Pertama."

Seorang pemuda dengan tubuh kuat dan besar menghampiri. Dengan suara

bagai menyanyi dia berkata, "Cinta adalah sebuah ketetapan hati yang

ditumbuhkan dariku, yang rnenghubungkan masa sekarang dengan generasi

masa lalu dan generasi yang akan datang.'

Seorang wanita dengan wajah melankolis menghampiri dan sambil mendesah,

dia berkata, 'Cinta adalah racun pembunuh, ular hitam berbisa yang

menderita di neraka, terbang melayang dan berputar-putar menembusi langit

sampai ia jatuh tertutup embun, ia hanya akan diminum oleh roh-roh yang

haus. Kemudian mereka akan mabuk untuk beberapa saat, diam selama satu

tahun dan mati untuk selamanya.'

Seorang gadis dengan pipi kemerahan menghampiri dan dengan tersenyum dia berkata, "Cinta itu laksana air pancuran yang digunakan roh pengantin sebagai siraman ke dalam roh orang-orang yg kuat, membuat mereka bangkit dalam doa di antara bintang-bintang di malam hari dan senandung pujian di depan matahari di siang hari.'

Setelah itu seorang lelaki menghampiri. Bajunya hitam, janggutnya panjang dengan dahi berkerut, dia berkata, "Cinta adalah ketidakpedulian yang buta. la bermula dari hujung masa muda dan berakhir pada pangkal masa muda.'

Seorang lelaki tampan dengan wajah bersinar dan dengan bahagia berkata,

'Cinta adalah pengetahuan syurgawi yang menyalakan mata kita. Ia

menunjukkan segala sesuatu kepada kita seperti para dewa melihatnya.'

Seorang bermata buta menghampiri, sambil mengetuk-ngetukkan tongkatnya

ke tanah dan dia kemudian berkata sambil menangis, 'Cinta adalah kabus

tebal yang menyelubungi gambaran sesuatu darinya atau yang membuatnya

hanya melihat hantu dari nafsunya yang berkelana di antara batu karang, tuli

terhadap suara-suara dari tangisnya sendiri yang bergema di lembah-

lembah.'

Seorang pemuda, dengan membawa sebuah gitar menghampiri dan menyanyi,

'Cinta adalah cahaya ghaib yang bersinar dari kedalaman kehidupan yang peka

dan mencerahkan segala yang ada di sekitarnya. Engkau bisa melihat dunia

bagai sebuah perarakan yang berjalan melewati padang rumput hijau.

Kehidupan adalah bagai sebuah mimpi indah yang diangkat dari kesedaran dan

kesedaran.'

Seorang lelaki dengan badan bongkok dan kakinya bengkok bagai potongan-

potongan kain menghampiri. Dengan suara bergetar, dia berkata, "Cinta

adalah istirahat panjang bagi raga di dalam kesunyian makam, kedamaian bagi

jiwa dalam kedalaman keabadian.’

Seorang anak kecil berumur lima tahun menghampiri dan sambil tertawa dia

berkata, "Cinta adalah ayahku, cinta adalah ibuku. Hanya ayah dan ibuku yang

mengerti tentang cinta."

Waktu terus berjalan. Manusia terus-menerus melewati rumah ibadat.

Masing-masing mempunyai pandangannya tersendiri tentang cinta. Semua

menyatakan harapan-harapannya dan mengungkapkan misteri-misteri

kehidupannya.

Khalil Gibran

CIUMAN PERTAMA

Itulah tegukan pertama dari cawan yang telah diisi oleh para dewa dari air

pancuran cinta.

Itulah batas antara kebimbangan yang menghiburkan dan menyedihkan hati

dengan takdir yang mengisinya dengan kebahagiaan.

Itulah baris pembuka dari suatu puisi kehidupan , bab pertama dari suatu

novel tentang manusia.

Itulah tali yang menghubungkan pengasingan masa lalu dengan kejayaan masa

depan.

Ciuman pertama menyatukan keheningan perasaan-perasaan dengan nyanyian-

nyanyiannya.

Itulah satu kata yang diucapkan oleh sepasang bibir yang menyatukan hati

sebagai singgahsana, cinta sebagai raja, kesetiaan sebagai mahkota.

Itulah sentuhan lembut yang mengungkapkan bagaimana jari-jemari angin

mencumbui mulut bunga mawar, mempesonakan desah nafas kenikmatan

panjang dan rintihan manis nan lirih.

Itulah permulaan getaran-getaran yang memisahkan kekasih dari dunia ruang

dan matra dan membawa mereka kepada ilham dan impian-impian.

Ia memadukan taman bunga berbentuk bintang-bintang dengan bunga buah

delima, menyatukan dua aroma untuk melahirkan jiwa ketiga.

Jika pandangan pertama adalah seperti benih yang ditaburkan para dewa di

ladang hati manusia, maka ciuman pertama mengungkapkan bunga pertama

yang mekar pada ranting pohon cabang pertama kehidupan.

Kahlil Gibran

DUA KEINGINAN

Di keheningan malam, Sang Maut turun atas hadrat Tuhan menuju ke bumi. Ia

terbang melayang-layang di atas sebuah kota dan mengamati seluruh penghuni

dengan tatapan matanya. Ia menyaksikan jiwa-jiwa yang melayang-layang

dengan sayap-sayap mereka, dan orang-orang yang terlena di dalam kekuasaan

Sang Lelap.

Ketika rembulan tersungkur di kaki langit, dan kota itu berubah warna

menjadi hitam kepekatan, Sang Maut berjalan dengan langkah tenang di

celah-celah kediaman - berhati-hati tidak menyentuh apa-apa pun - sehingga

tiba di sebuah istana. Ia masuk melalui pagar besi berpaku tanpa sebarang

halangan dan berdiri di sisi sebuah ranjang , dan tika ia menyentuh dahi si

lena, lelaki itu membuka kelopak matanya dan memandang dengan penuh

ketakutan.

Melihat bayangan Sang Maut di hadapannya, dia menjerit dengan suara

ketakutan bercampur aduk kemarahan, "Pergilah kau dariku, mimpi yang

mengerikan! Pergilah engkau makhluk jahat! Siapakah engkau ini? Dan

bagaimana mungkin kau memasuki istana ini? Apa yang kau inginkan?

Tinggalkan rumah ini dengan segera! Ingatlah, akulah tuan rumah ini. Nyahlah

kau, kalau tidak, kupanggil para hamba suruhanku dan para pengawalku untuk

mencincangmu menjadi kepingan!"

Kemudian Maut berkata dengan suara lembut, tapi sangat menakutkan,

"Akulah kematian, berdiri dan tunduklah padaku."

Dan si lelaki itu menjawab, "Apa yang kau inginkan dariku sekarang, dan

benda apa yang kau cari? Kenapa kau datang ketika urusanku belum selesai?

Apa yang kau inginkan dari orang kaya berkuasa seperti aku? Pergilah sana,

carilah orang-orang yang lemah, dan ambillah dia! Aku ngeri melihat taring-

taringmu yang berdarah dan wajahmu yang bengis, dan mataku sakit menatap

sayap-sayapmu yang menjijikkan dan tubuhmu yang meloyakan."

Namun selepas tersedar, dia menambah dengan ketakutan, "Tidak, tidak,

Maut yang pengampun, jangan pedulikan apa yang telah kukatakan, kerana

rasa takut membuat diriku mengucapkan kata-kata yang sesungguhnya

terlarang. Maka ambillah longgokan emasku semahumu atau nyawa salah

seorang dari hamba-hambaku, dan tinggalkanlah diriku... Aku masih

mempunyai urusan kehidupan yang belum selesai dan berhutang emas dengan

orang. Di atas laut aku memiliki kapal yang belum kembali ke pelabuhan,

permintaanku..jangan ambil nyawaku... Ambillah olehmu barang yang kau

inginkan dan tinggalkanlah daku. Aku punya perempuan simpanan yang

luarbiasa cantiknya untuk kau pilih, Kematian. Dengarlah lagi : Aku punya

seorang putera tunggal yang kusayangi, dialah sumber kegembiraan hidupku.

Kutawarkan dia juga sebagai galang ganti, tapi nyawaku jangan kau cabut dan

tinggalkan diriku sendirian."

Sang Maut itu mengeruh,"Engkau tidak kaya tapi orang miskin yang tak sedar diri." Kemudian Maut mengambil tangan orang hina itu, mencabut nyawanya, dan memberikannya kepada para malaikat di langit untuk menghukumnya.

Dan Maut berjalan perlahan di antara setinggan orang-orang miskin hingga ia

mencapai rumah paling daif yang ia temukan. Ia masuk dan mendekati ranjang

di mana tidur seorang pemuda dengan kelelapan yang damai. Maut menyentuh

matanya, anak muda itu pun terjaga. Dan ketika melihat Sang Maut berdiri di

sampingnya, ia berkata dengan suara penuh cinta dan harapan, "Aku di sini,

wahai Sang Maut yang cantik. Sambutlah rohku, kerana kaulah harapan

impianku. Peluklah diriku, kekasih jiwaku, kerana kau sangat penyayang dan

tak kan meninggalkan diriku di sini. Kaulah utusan Ilahi, kaulah tangan kanan

kebenaran. Bawalah daku pada Ilahi. Jangan tinggalkan daku di sini."

"Aku telah memanggil dan merayumu berulang kali, namun kau tak jua datang. Tapi kini kau telah mendengar suaraku, kerana itu jangan kecewakan cintaku dengan menjauhi diri. Peluklah rohku, Sang Maut yang dikasihi."

Kemudian Sang Maut meletakkan jari-jari lembutnya ke atas bibir yang

bergetar itu, mencabut nyawanya, dan menaruh roh itu di bawah perlindungan

sayap-sayapnya.

Ketika ia naik kembali ke langit, Maut menoleh ke belakang -- ke dunia - dan

dalam bisikan amaran ia berkata, "Hanya mereka di dunia yang mencari

Keabadianlah yang sampai ke Keabadian itu."

(Dari 'Dam'ah Wa Ibtisamah' -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)

Kahlil Gibran

DUA PUISI

Berabad-abad yang lalu, di suatu jalan menuju Athens, dua orang penyair

bertemu. Mereka mengagumi satu sama lain. Salah seorang penyair bertanya,

"Apa yang kau ciptakan akhir-akhir ini, dan bagaimana dengan lirikmu?"

Penyair yang seorang lagi menjawab dengan bangga, "Aku tidak melakukan hal

lain selain menyelesaikan syairku yang paling indah, kemungkinan merupakan

syair yang paling hebat yang pernah ditulis di Yunani. Isinya pujian tentang

Zeus yang Mulia."

Lalu dia mengambil selembar kulit dari sebalik jubahnya dan berkata, "Ke

mari, lihatlah, syair ini kubawa, dan aku senang bila dapat membacakannya

untukmu. Ayuh, mari kita duduk berteduh di bawah pohon cypress putih itu."

Lalu penyair itu membacakan syairnya. Syair itu panjang sekali.

Setelah selesai, penyair yang satu berkata, "Itu syair yang indah sekali. Syair

itu akan dikenang berabad-abad dan akan membuat engkau masyhur."

Penyair pertama berkata dengan tenang, "Dan apa yang telah kau ciptakan

akhir-akhir ini?"

Penyair kedua menjawab, "Aku hanya menulis sedikit. Hanya lapan baris untuk

mengenang seorang anak yang bermain di kebun." Lalu ia membacakan

syairnya.

Penyair pertama berkata, "Boleh tahan, boleh tahan."

Kemudian mereka berpisah.

Sekarang, setelah dua ribu tahun berlalu, syair lapan baris itu dibaca di

setiap lidah, diulang-ulang, dihargai dan selalu dikenang. Dan walaupun syair

yang satu lagi memang benar bertahan berabad-abad lamanya dalam

perpustakaan, di rak-rak buku, dan walaupun syair itu dikenang, namun tidak

ada yang tertarik untuk menyukainya atau membacanya.

Khalil Gibran

FIKIRAN DAN SAMADI

Hidup menjemput dan melantunkan kita dari satu tempat ke tempat yang lain;

Nasib memindahkan kita dari satu tahap ke tahap yang lain. Dan kita yang

diburu oleh keduanya, hanya mendengar suara yang mengerikan, dan hanya

melihat susuk yang menghalangi dan merintangi jalan kita.

Keindahan menghadirkan dirinya dengan duduk di atas singgahsana keagungan;

tapi kami mendekatinya atas dorongan Nafsu ; merenggut mahkota

kesuciannya, dan mengotori busananya dengan tindak laku durhaka.

Cinta lalu di depan kita, berjubahkan kelembutan ; tapi kita lari ketakutan,

atau bersembunyi dalam kegelapan, atau ada pula yang malahan mengikutinya,

untuk berbuat kejahatan atas namanya.

Meskipun orang yang paling bijaksana terbongkok kerana memikul beban

Cinta, tapi sebenarnya beban itu seiringan bayu pawana Lebanon yang

berpuput riang.

Kebebasan mengundang kita pada mejanya agar kita menikmati makanan lazat

dan anggurnya ; tapi bila kita telah duduk menghadapinya, kita pun makan

dengan lahap dan rakus.

Tangan Alam menyambut hangat kedatangan kita, dan menawarkan pula agar

kita menikmati keindahannya ; tapi kita takut akan keheningannya, lalu

bergegas lari ke kota yang ramai, berhimpit-himpitan seperti kawanan

kambing yang lari ketakutan dari serigala garang.

Kebenaran memanggil-manggil kita di antara tawa anak-anak atau ciuman kekasih, tapi kita menutup pintu keramahan baginya, dan menghadapinya bagaikan musuh.

Hati manusia menyeru pertolongan ; jiwa manusia memohon pembebasan ; tapi kita tidak mendengar teriak mereka, kerana kita tidak membuka telinga dan berniat memahaminya. Namun orang yang mendengar dan memahaminya kita sebut gila lalu kita tinggalkan.

Malampun berlalu, hidup kita lelah dan kurang waspada, sedang hari pun

memberi salam dan merangkul kita. Tapi di siang dan malam hari, kita sentiasa

ketakutan.

Kita amat terikat pada bumi, sedangkan gerbang Tuhan terbuka lebar. Kita

memijak-mijak roti Kehidupan, sedangkan kelaparan memamah hati kita.

Sungguh betapa budiman Sang Hidup terhadap Manusia, namun betapa jauh

Manusia meninggalkan Sang Hidup.

Khalil Gibran

GURU

Barangsiapa mahu menjadi guru,

biarkan dia memulai mengajar dirinya sendiri

sebelum mengajar orang lain,

dan biarkan dia mengajar dengan teladan sebelum mengajar dengan kata-

kata.

Sebab mereka yang mengajar dirinya sendiri dengan memperbetulkan

perbuatan-perbuatannya sendiri

lebih berhak atas penghormatan dan kemuliaan

daripada mereka yang hanya mengajar orang lain

dan memperbetulkan perbuatan-perbuatan orang lain.

Khalil Gibran

HIDUP

Kehidupan merupakan sebuah pulau di lautan kesepian, dan bagi pulau itu

bukti karang yang timbul merupakan harapan, pohon merupakan impian, bunga

merupakan keheningan perasaan, dan sungai merupakan damba kehausan.

Hidupmu, wahai saudara-saudaraku, laksana pulau yang terpisah dari pulau

dan daerah lain. Entah berapa banyak kapal yang bertolak dari pantaimu

menuju wilayah lain, entah berapa banyak armada yang berlabuh di pesisirmu,

namun engkau tetap pulau yang sunyi, menderita kerana pedihnya sepi dan

dambaan terhadap kebahagiaan. Engkau tak dikenal oleh sesama insan, lagi

pula terpencil dari keakraban dan perhatian.

Saudaraku, kulihat engkau duduk di atas bukit emas serta menikmati

kekayaanmu -bangga akan hartamu, dan yakin bahawa setiap genggam emas

yang kau kumpulkan merupakan mata rantai yang menghubungkan hasrat dan

fikiran orang lain dengan dirimu.

Di mata hatiku engkau kelihatan bagaikan panglima besar yang memimpin bala

tentara, hendak menggempur benteng musuh. Tapi setelah kuamati lagi, yang

nampak hanya hati hampa belaka, yang tertempel di balik longgok emasmu,

bagaikan seekor burung kehausan dalam sangkar emas dengan wadah air yang

kosong.

Kulihat engkau, saudaraku, duduk di atas singgahsana agung; di sekelilingmu

berdiri rakyatmu yang memuji-muji keagunganmu, menyanyikan lagu

penghormatan bagi karyamu yang mengagumkan, memuji kebijaksanaanmu,

memandangmu seakan-akan nabi yang mulia, bahkan jiwa mereka melambung

kesukaan sampai ke langit-langit angkasa.

Dan ketika engkau memandang kelilingmu, terlukislah pada wajahmu

kebahagiaan, kekuasaan, dan kejayaan, seakan-akan engkau adalah nyawa bagi

raga mereka.

Tapi bila kupandang lagi, kelihatan engkau seorang diri dalam kesepian,

berdiri di samping singgahsanamu, menadahkan tangan ke segala arah,

seakan-akan memohon belas kasihan dan pertolongan dari roh-roh yang tak

nampak -mengemis perlindungan, kerana tersisih dari persahabatan dan

kehangatan persaudaraan.

Kulihat dirimu, saudaraku, yang sedang mabuk asmara pada wanita jelita,

menyerahkan hatimu pada paras kecantikannya. Ketika kulihat ia

memandangmu dengan kelembutan dan kasih keibuan, aku berkata dalam hati,

"Terpujilah Cinta yang mampu mengisi kesepian pria ini dan mengakrabkan

hatinya dengan hati manusia lain."

Namun, bilamana kuamati lagi, di sebalik hatimu yang bersalut cinta terdapat

hati lain yang kesunyian, meratap hendak menyatakan cintanya pada wanita;

dan di sebalik jiwamu yang sarat cinta, terdapat jiwa lain yang hampa,

bagaikan awan yang mengembara, menjadi titik-titik air mata kekasihmu...

Hidupmu, wahai saudaraku, merupakan tempat tinggal sunyi yang terpisah

dari wilayah penempatan orang lain, bagaikan ruang tengah rumah yang

tertutup dari pandangan mata tetangga. Seandainya rumahmu tersalut oleh

kegelapan, sinar lampu tetanggamu tak dapat masuk meneranginya. Jika

kosong dari persediaan kemarau, isi gudang tetanggamu tak dapat mengisinya.

Jika rumahmu berdiri di atas gurun, engkau tak dapat memindahkannya ke

halaman orang lain, yang telah diolah dan ditanami oleh tangan orang lain. Jika

rumahmu berdiri di atas puncak gunung, engkau tak dapat memindahkannya

atas lembah, kerana lerengnya tak dapat ditempuh oleh kaki manusia.

Kehidupanmu, saudaraku, dibaluti oleh kesunyian, dan jika bukan kerana

kesepian dan kesunyian itu, engkau bukanlah engkau, dan aku bukanlah aku.

Jika bukan kerana kesepian dan kesunyian itu, aku akan percaya kiranya aku

memandang wajahmu, itulah wajahku sendiri yang sedang memandang cermin.

(Dari 'Suara Sang Guru')

Khalil Gibran

IBU

Ibu adalah segalanya, dialah penghibur di dalam kesedihan.

Pemberi harapan di dalam penderitaan, dan pemberi kekuatan di dalam

kelemahan.

Dialah sumber cinta, belas kasihan, simpati dan pengampunan.

Manusia yang kehilangan ibunya bererti kehilangan jiwa sejati yang memberi

berkat dan menjaganya tanpa henti.

Segala sesuatu di alam ini melukiskan tentang susuk ibu.

Matahari adalah ibu dari planet bumi yang memberikan makanannya dengan

pancaran panasnya.

Matahari tak pernah meninggalkan alam semesta pada malam hari sampai matahari meminta bumi untuk tidur sejenak di dalam nyanyian lautan dan siulan burung-burung dan anak-anak sungai.

Dan Bumi ini adalah ibu dari pepohonan dan bunga-bunga menjadi ibu yang

baik bagi buah-buahan dan biji-bijian.

Ibu sebagai pembentuk dasar dari seluruh kewujudan dan adalah roh kekal,

penuh dengan keindahan dan cinta.

Khalil Gibran

IBU

Ibu merupakan kata tersejuk yang dilantunkan oleh bibir - bibir manusia.

Dan "Ibuku" merupakan sebutan terindah.

Kata yang semerbak cinta dan impian, manis dan syahdu yang memancar dari

kedalaman jiwa.

Ibu adalah segalanya. Ibu adalah penegas kita dilaka lara, impian kta dalam

rengsa, rujukan kita di kala nista.

Ibu adalah mata air cinta, kemuliaan, kebahagiaan dan toleransi. Siapa pun

yang kehilangan ibinya, ia akan kehilangan sehelai jiwa suci yang senantiasa

merestui dan memberkatinya.

Alam semesta selalu berbincang dalam bahasa ibu. Matahari sebagai ibu bumi

yang menyusuinya melalui panasnya.

Matahari tak akan pernah meninggalkan bumi sampai malam merebahkannya

dalam lentera ombak, syahdu tembang beburungan dan sesungaian.

Bumi adalah ibu pepohonan dan bebungaan. Bumi menumbuhkan, menjaga dan

membesarkannya. Pepohonan

dan bebungaan adalah ibu yang tulus memelihara bebuahan dan bebijian.

Ibu adalah jiwa keabadian bagi semua wujud.

Penuh cinta dan kedamaian.

Khalil Gibran

INDAHNYA KEMATIAN

Bahagian 1 ~ Panggilan

Biarkan aku terbaring dalam lelapku, kerana jiwa ini telah dirasuki cinta, dan

biarkan daku istirahat, kerana batin ini memiliki segala kekayaan malam dan

siang.

Nyalakan lilin-lilin dan bakarlah dupa nan mewangi di sekeliling ranjang ini, dan

taburi tubuh ini dengan wangian melati serta mawar.

Minyakilah rambut ini dengan puspa dupa dan olesi kaki-kaki ini dengan

wangian, dan bacalah isyarat kematian yang telah tertulis jelas di dahi ini.

Biarku istirahat di ranjang ini, kerana kedua bola mata ini telah teramat

lelahnya;

Biar sajak-sajak bersalut perak bergetaran dan menyejukkan jiwaku;

Terbangkan dawai-dawai harpa dan singkapkan tabir lara hatiku.

Nyanyikanlah masa-masa lalu seperti engkau memandang fajar harapan dalam

mataku, kerana makna ghaibnya begitu lembut bagai ranjang kapas tempat

hatiku berbaring.

Hapuslah air matamu, saudaraku, dan tegakkanlah kepalamu seperti bunga-

bunga menyemai jari-jemarinya menyambut mahkota fajar pagi.

Lihatlah Kematian berdiri bagai kolom-kolom cahaya antara ranjangku dengan

jarak infiniti;

Tahanlah nafasmu dan dengarkan kibaran kepak sayap-sayapnya.

Dekatilah aku, dan ucapkanlah selamat tinggal buatku. Ciumlah mataku dengan

seulas senyummu.

Biarkan anak-anak merentang tangan-tangan mungilnya buatku dengan

kelembutan jemari merah jambu mereka;

Biarkanlah Masa meletakkan tangan lembutnya di dahiku dan memberkatiku;

Biarkanlah perawan-perawan mendekati dan melihat bayangan Tuhan dalam

mataku, dan mendengar Gema Iradat-Nya berlarian dengan nafasku....

Khalil Gibran

KASIH SAYANG DAN PERSAMAAN

Sahabatku yang papa, jika engkau mengetahui, bahawa Kemiskinan yang

membuatmu sengsara itu mampu menjelaskan pengetahuan tentang Keadilan

dan pengertian tentang Kehidupan, maka engkau pasti berpuas hati dengan

nasibmu.

Kusebut pengetahuan tentang Keadilan : Kerana orang kaya terlalu sibuk

mengumpul harta utk mencari pengetahuan. Dan kusebut pengertian tentang

Kehidupan : Kerana orang yang kuat terlalu berhasrat mengejar kekuatan dan

keagungan bagi menempuh jalan kebenaran.

Bergembiralah, sahabatku yang papa, kerana engkau merupakan penyambung

lidah Keadilan dan Kitab tentang Kehidupan. Tenanglah, kerana engkau

merupakan sumber kebajikan bagi mereka yang memerintah terhadapmu, dan

tiang kejujuran bagi mereka yang membimbingmu.

Jika engkau menyedari, sahabatku yang papa, bahawa malang yang menimpamu

dalam hidup merupakan kekuatan yang menerangi hatimu, dan membangkitkan

jiwamu dari ceruk ejekan ke singgahsana kehormatan, maka engkau akan

merasa berpuas hati kerana pengalamanmu, dan engkau akan memandangnya

sebagai pembimbing, serta membuatmu bijaksana.

Kehidupan ialah suatu rantai yang tersusun oleh banyak mata rantai yang

berlainan. Duka merupakan salah satu mata rantai emas antara penyerahan

terhadap masa kini dan harapan masa depan. Antara tidur dan jaga, di luar

fajar merekah.

Sahabatku yang papa, Kemiskinan menyalakan api

keagungan jiwa, sedangkan kemewahan memperlihatkan keburukannya. Duka

melembutkan perasaan, dan Suka mengubati hati yang luka. Bila Duka dan

kemelaratan dihilangkan, jiwa manusia akan menjadi batu tulis yang kosong,

hanya memperlihatkan kemewahan dan kerakusan.

Ingatlah, bahawa keimanan itu adalah peribadi sejati Manusia. Tidak dapat ditukar dengan emas; tidak dapat dikumpul seperti harta kekayaan. Mereka yang mewah sering meminggirkan keimananan, dan mendakap erat emasnya.

Orang muda sekarang jangan sampai meninggalkan Keimananmu, dan hanya

mengejar kepuasan diri dan kesenangan semata. Orang-orang papa yang

kusayangi, saat bersama isteri dan anak sekembalinya dari ladang merupakan

waktu yang paling mesra bagi keluarga, sebagai lambang kebahagiaan bagi

takdir angkatan yang akan datang. Tapi hidup orang yang senang bermewah-

mewahan dan mengumpul emas, pada hakikatnya seperti hidup cacing di dalam

kuburan. Itu menandakan ketakutan.

Air mata yang kutangiskan, wahai sahabatku yang papa, lebih murni daripada

tawa ria orang yang ingin melupakannya, dan lebih manis daripada ejekan

seorang pencemuh. Air mata ini membersihkan hati dan kuman benci, dan

mengajar manusia ikut merasakan pedihnya hati yang patah.

Benih yang kautaburkan bagi si kaya, dan akan kau tuai nanti, akan kembali

pada sumbernya, sesuai dengan Hukum Alam. Dan dukacita yang kausandang,

akan dikembalikan menjadi sukacita oleh kehendak Syurga. Dan angkatan

mendatang akan mempelajari Dukacita dan Kemelaratan sebagai pelajaran

tentang Kasih Sayang dan Persamaan.

(Dari 'Suara Sang Guru')

Khalil Gibran

KATA SELEMBAR KERTAS SEPUTIH SALJU

Kata selembar kertas seputih salju,"Aku tercipta secara murni, kerana itu

aku akan tetap murni selamanya. Lebih baik aku dibakar dan kembali menjadi

abu putih daripada menderita kerana tersentuh kegelapan atau didekati oleh

sesuatu yang kotor."

Tinta botol mendengar kata kertas itu. Ia tertawa dalam hatinya yang hitam,

tapi tak berani mendekatinya. Pensil-pensil beraneka warna pun

mendengarnya, dan mereka pun tak pernah mendekatinya. Dan selembar

kertas yang seputih salju itu tetap suci dan murni selamanya -suci dan murni-

dan kosong.

Khalil Gibran

KEHIDUPAN

Engkau dibisiki bahawa hidup adalah kegelapan

Dan dengan penuh ketakutan

Engkau sebarkan apa yang telah dituturkan padamu

penuh kebimbangan

Kuwartakan padamu bahawa hidup adalah kegelapan

jika tidak diselimuti oleh kehendak

Dan segala kehendak akan buta bila tidak diselimuti pengetahuan

Dan segala macam pengetahuan akan kosong

bila tidak diiringi kerja

Dan segala kerja hanyalah kehampaan

kecuali disertai cinta

Maka bila engkau bekerja dengan cinta

Engkau sesungguhnya tengah menambatkan dirimu

Dengan wujudnya kamu, wujud manusia lain

Dan wujud Tuhan.

Khalil Gibran

KEHIDUPAN SEBUAH CINTA

MUSIM BUNGA

Marilah, sayang, mari berjalan menjelajahi perbukitan,

Salju telah cair dan Kehidupan telah terjaga dari lenanya

dan kini mengembara menyusuri pegunungan dan lembah-lembah,

Mari kita ikut jejak-jejak Musim Bunga, yang melangkaui

Ladang-ladang jauh, dan mendaki puncak-puncak perbukitan

'Tuk menadah ilham dari aras ketinggian,

Di atas hamparan ngarai nan sejuk kehijauan.

Fajar Musim Bunga telah mengeluarkan pakaiannya

dari lipatan simpanan, dan menyangkutnya

pada pohon pic dan sitrus , dan mereka kelihatan bagai pengantin dalam

upacara tradisi Malam Kedre..

Sulur-sulur daun anggur saling berpelukan bagai kekasih

Air kali pun lincah berlompatan menari ria,

Di sela-sela batuan, menyanyikan lagu riang.

Dan bunga-bunga bermekaran dari jantung alam,

Laksana buih-buih bersemburan, dari kalbu lautan

Kemarilah, sayang: mari meneguk sisa air mata

musim dingin, dari gelas kelopak bunga lili,

Dan menenangkan jiwa, dengan gerimis nada-nada

Curahan simfoni burung-burung yang berkicauan

dan berkelana riang dalam bayu mengasyikkan

Mari duduk di batu besar itu, tempat bunga violet

berteduh dalam persembunyian, dan meniru

Kemanisan mereka dalam pertukaran kasih rindu.

MUSIM PANAS

Mari pergi ke ladang, kekasihku, kerana

Musim menuai telah tiba, dan cahaya suria

Telah memanggang gandum kuning-kekuningan.

Mari kita mengerjakan hasil bumi, sebagaimana semangat kegembiraan

menyuburkan butir gandum

Dari benih cinta-kasih, yang tertanam dalam sanubari.

Mari mengisi guni kita dengan limpahan hasil bumi

bagai kehidupan mengisi penuh rongga hati,

Dengan harta kekayaan tak terperi,

Mari, jadikan bunga-bunga alas tilam kita

Dan langit biru selimut kita

Sandarkan kepala di bantal harum jerami,

Mari kita berehat setelah bekerja sepanjang hari,

Sambil mendengar bisik gemercik air sungai yang menyanyi.

MUSIM GUGUR

kita pergi memetik anggur di perkebunan

Dan memerah sari buah segar

Dan menyimpannya di jambangan tua

Sebagaimana jiwa menyimpan ilmu pengetahuan

Abad-abad lalu, dalam gedung keabadian.

Dan sekarang mari pulang, kerna sang bayu telah

Menerbangkan daun-daun kuning dan mengisar bunga-bunga layu

Yang membisikkan dendang kematian pada Musim Gugur

Mari pulang, kekasihku abadi, kerana burung-burung

Telah terbang bagi perjalanan migrasi menuju kehangatan

Meninggalkan padang yang dingin dan kesepian.

Bunga mirtel dan melati pun telah lama

Mengeringkan air matanya.

Mari kembali, sebab anak sungai yang sayu

Telah kehabisan lagu, dan sumber air yang lincah

Telah membisu, enggan mengucapkan kata perpisahan.

Sedang bukit-bukit tua telah mulai melipat

pakaiannya yang berwarna-warni.

Mari, kekasihku; Alam telah letih,

Ia bersemangat melambaikan selamat tinggal

Dengan dendangan sayup dan ketenangan.

MUSIM DINGIN

Dekatlah ke mari,oh teman sepanjang hidupku,

Dekatlah padaku, dan jangan biarkan sentuhan Musim Dingin,

Mencelah di antara kita. Duduklah disampingku di depan tungku,

Sebab nyalaan api adalah satu-satunya nyawa musim ini.

Bicaralah padaku tentang kekayaan hatimu,

Yang jauh lebih besar daripada unsur Alam yang menggelodak

Di luar pintu.

Palanglah pintu dan patri engselnya,

Sebab wajah angkasa menekan semangatku

Dan pemandangan ladang-ladang salju

Menimbulkan tangis dalam jiwaku.

Tuangkan minyak ke dalam lampu, jangan biarkan ia pudar,

Letakkan dekat wajahmu, supaya aku boleh membaca dalam tangis

Apa yang telah ditulis pada wajahmu

Tentang kehidupan kau bersamaku..

Berilah aku anggur Musim Gugur, dan mari minum bersama

Sambil mendendangkan lagu kenangan pada ghairah Musim Bunga

Dan layanan hangat Musim Panas, serta anugerah

tuaian dari Musim Gugur.

Dekatlah padaku, oh kekasih jiwaku; api mendingin dalam tungku,

Menyelinap padam nyalanya satu-satu, dari timbunan abu

Dakaplah aku, sebab aku ngeri akan kesepian.

Lampu meredup, dan anggur minuman membuat mata sayu mengatup.

Mari kita saling berpandangan, sebelum mata tertutup.

Cari aku dengan rabaan, temui daku dalam pelukan

Lalu biarkan kabus malam merangkul jiwa kita menjadi satu

Kucuplah aku, kekasihku, kerana Musim Dingin,

Telah merenggut segala, kecuali bibir yang berkata:

Engkau dalam dakapan, oh Kekasihku Abadi,

Betapa dalam dan kuat samudera lena,

Dan betapa cepatnya subuh...

(Dari 'Dam'ah Wa Ibtisamah' -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)

Khalil Gibran

KEKASIHKU LAYLA

Kemarilah, kekasihku.

Kemarilah Layla, dan jangan tinggalkan aku.

Kehidupan lebih lemah daripada kematian, tetapi kematian lebih lemah

daripada cinta...

Engkau telah membebaskanku, Layla, dari siksaan gelak tawa dan pahitnya

anggur itu.

Izinkan aku mencium tanganmu, tangan yang telah memutuskan rantai-

rantaiku.

Ciumlah bibirku, ciumlah bibir yang telah mencuba untuk membohongi dan

yang telah menyelimuti rahsia-rahsia hatiku.

Tutuplah mataku yang meredup ini dengan jari-jemarimu yang berlumuran

darah.

Ketika jiwaku melayang ke angkasa, taruhlah pisau itu di tangan kananku dan

katakan pada mereka bahawa aku telah bunuh diri kerana putus asa dan

cemburu.

Aku hanya mencintaimu, Layla, dan bukan yang lain, aku berfikir bahwa tadi

lebih baik bagiku untuk mengorbankan hatiku, kebahagiaanku, kehidupanku

daripada melarikan diri bersamamu pada malam pernikahanmu.

Ciumlah aku, kekasih jiwaku... sebelum orang-orang melihat tubuhku...

Ciumlah aku... ciumlah, Layla...

Kahlil Gibran

KISAHKU

Dengarkan kisahku... .

Dengarkan, tetapi jangan menaruh belas kasihan padaku: kerana belas kasihan

menyebabkan kelemahan, padahal aku masih tegar dalam penderitaanku..

Jika kita mencintai, cinta kita bukan dari diri kita, juga bukan untuk diri kita.

Jika kita bergembira, kegembiraan kita bukan berada dalam diri kita, tapi

dalam Hidup itu sendiri. Jika kita menderita, kesakitan kita tidak terletak

pada luka kita, tapi dalam hati nurani alam.

Jangan kau anggap bahawa cinta itu datang kerana pergaulan yang lama atau rayuan yang terus menerus. Cinta adalah tunas pesona jiwa, dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat, ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan dari generasi ke generasi.

Wanita yang menghiasi tingkah lakunya dengan keindahan jiwa dan raga

adalah sebuah kebenaran, yang terbuka namun rahsia; ia hanya dapat

difahami melalui cinta, hanya dapat disentuh dengan kebaikan; dan ketika kita

mencuba untuk menggambarkannya ia menghilang bagai segumpal wap.

Kahlil Gibran

LAGU OMBAK

Pantai yang perkasa adalah kekasihku,

Dan aku adalah kekasihnya,

Akhirnya kami dipertautkan oleh cinta,

Namun kemudian Bulan menjarakkan aku darinya.

Kupergi padanya dengan cepat

Lalu berpisah dengan berat hati.

Membisikkan selamat tinggal berulang kali.

Aku segera bergerak diam-diam

Dari balik kebiruan cakerawala

Untuk mengayunkan sinar keperakan buihku

Ke pangkuan keemasan pasirnya

Dan kami berpadu dalam adunan terindah.

Aku lepaskan kehausannya

Dan nafasku memenuhi segenap relung hatinya

Dia melembutkankan suaraku dan mereda gelora di dada.

Kala fajar tiba, kuucapkan prinsip cinta

di telinganya, dan dia memelukku penuh damba

Di terik siang kunyanyikan dia lagu harapan

Diiringi kucupan-kucupan kasih sayang

Gerakku pantas diwarnai kebimbangan

Sedangkan dia tetap sabar dan tenang.

Dadanya yang bidang meneduhkan kegelisahan

Kala air pasang kami saling memeluk

Kala surut aku berlutut menjamah kakinya

Memanjatkan doa

Seribu sayang, aku selalu berjaga sendiri

Menyusut kekuatanku.

Tetapi aku pemuja cinta,

Dan kebenaran cinta itu sendiri perkasa,

Mungkin kelelahan akan menimpaku,

Namun tiada aku bakal binasa.

Khalil Gibran

DARI PETIKAN SANG NABI (THE PROPHET)

MASA MUDA DAN KEINDAHAN

Keindahan menjadi milik usia muda, tapi keremajaan yang untuknya dunia ini

diciptakan tidak lebih dari sekadar mimpi yang manisnya diperhamba oleh

kebutaan yang menghilangkan kesedaran.

Akankah hari itu datang, ketika orang-orang bijak menyatukan kemanisan

masa muda dan kenikmatan pengetahuan?

Sebab masing-masing hanyalah kosong bila hanya sendirian.

Akankah hari itu datang ketika alam menjadi guru yang mengajar manusia,

dan kemanusiaan menjadi buku bacaan

sedangkan kehidupan adalah sekolah sehari-hari?

Hasrat masa muda akan kesenangan-kenikmatan tidak terlalu menuntut

tanggung jawab -hanya akan terpenuhi bila fajar telah menyelak kegelapan

hari.

Banyak lelaki yang tenggelam dalam keasyikan hari-hari masa muda yang mati

dan beku;

banyak perempuan yang menyesali dan mengutuk tahun-tahun tak berguna

mereka seperti raungan singa betina yang kehilangan anak;

dan banyak para pemuda dan pemudi yang menggunakan hati mereka sekadar

sebagai alat penggali kenangan pahit masa depan,

melukai diri melalui kebodohan dengan anak panah yang tajam dan beracun

kerana kehilangan kebahagiaan.

Usia tua adalah permukaan kulit bumi;

ia harus, melalui cahaya dan kebenaran,

memberikan kehangatan bagi benih-benih masa muda yang

ada dibawahnya, melindungi dan memenuhi keperluan mereka

hingga Nisan datang dan menyempurnakan kehidupan masa muda yang sedang

tumbuh dengan kebangkitan baru

Kita berjalan terlalu lambat ke arah kebangkitan spiritual,

dan perjalanan itu seluas angkasa tanpa batas,

sebagai pemahaman keindahan kewujudan melalui

rasa kasih dan cinta kepada keindahan tersebut

Khalil Gibran

MIMPI

Kala malam datang dan rasa kantuk membentangkan selimutnya di wajah bumi,

aku bangun dan berjalan ke laut, "Laut tidak pernah tidur, dan dalam

keterjagaannya itu laut menjadi penghibur bagi jiwa yang terjaga.",

Ketika aku sampai di pantai, kabus dari gunung menjuntaikan kakinya seperti selembar jilbab yang menghiasi wajah seorang gadis. Aku melihat ombak yang berdeburan. Aku mendengar puji-pujiannya kepada Tuhan dan bermeditasi di atas kekuatan abadi yang tersembunyi di dalam ombak-ombak itu - kekuatan yang lari bersama angin, mendaki gunung, tersenyum lewat bibir sang mawar dan menyanyi dengan desiran air yang mengalir di parit-parit.

Lalu aku melihat tiga Putera Kegelapan duduk di atas sebongkah batu. Aku menghampirinya seolah-olah ada kekuatan yang menarikku tanpa aku dapat melawannya.

Aku berhenti beberapa langkah dari Putera Kegelapan itu seakan-akan ada

tenaga magis yang menahanku. Saat itu, salah satunya berdiri dan dengan

suara yang seolah berasal dari dalam laut ia berkata:

"Hidup tanpa cinta ibarat pohon yang tidak berbunga dan berbuah. Dan cinta

tanpa keindahan seperti bunga tanpa aroma semerbak dan seperti buah tanpa

biji. Hidup, cinta dan keindahan adalah tiga dalam satu, yang tidak dapat

dipisahkan ataupun diubah."

Putera kedua berkata dengan suara bergema seperti air terjun,"Hidup tanpa

berjuang seperti empat musim yang kehilangan musim bunganya. Dan

perjuangan tanpa hak seperti padang pasir yang tandus. Hidup, perjuangan

dan hak adalah tiga dalam satu yang tidak dapat dipisahkan ataupun diubah."

Kemudian Putera ketiga membuka mulutnya seperti dentuman halilintar :

"Hidup tanpa kebebasan seperti tubuh tanpa jiwa, dan kebebasan tanpa akal

seperti roh yang kebingungan. Hidup, kebebasan dan akal adalah tiga dalam

satu, abadi dan tidak pernah sirna."

Selanjutnya ketiga-tiganya berdiri dan berkata dengan suara yang

menggerunkan sekali:

'Itulah anak-anak cinta,

Buah dari perjuangan,

Akibat dari kebebasan,

Tiga manifestasi Tuhan,

Dan Tuhan adalah ungkapan

dari alam yang bijaksana.'

Saat itu diam melangut, hanya gemersik sayap-sayap yang tak nampak dan

getaran tubuh-tubuh halus yang terus-menerus.

Aku menutup mata dan mendengar gema yang baru saja berlalu. Ketika aku

membuka mataku, aku tidak lagi melihat Putera-Putera Kegelapan itu, hanya

laut yang dipeluk halimunan. Aku duduk, tidak memandang apa-apa pun kecuali

asap dupa yang menggulung ke syurga.

Khalil Gibran

MUSIM BUNGA

Bunga akan nampak indah

Ketika musim bunga bermula

Mencium pucuk-pucuk kecilnya

Namun kasih akan sentiasa

Nampak indah dari bunga

Kerana ia terus tumbuh tanpa bantuan musim

Khalil Gibran

NASIHAT JIWAKU

Jiwaku berkata padaku dan menasihatiku agar mencintai semua orang yang

membenciku,

Dan berteman dengan mereka yang memfitnahku.

Jiwaku menasihatiku dan mengungkapkan kepadaku bahawa cinta tidak hanya

menghargai orang yang mencintai, tetapi juga orang yang dicintai.

Sejak saat itu bagiku cinta ibarat jaring lelabah di antara dua bunga, dekat

satu sama lain; Tapi kini dia menjadi suatu lingkaran cahaya di sekeliling

matahari yang tiada berawal pun tiada berakhir, Melingkari semua yang ada,

dan bertambah secara kekal.

Jiwaku menasihatiku dan mengajarku agar melihat kecantikan yang ada di

sebalik bentuk dan warna.

Jiwaku memintaku untuk menatap semua yang buruk dengan tabah sampai

nampaklah keelokannya.

Sesungguhnya sebelum jiwaku meminta dan menasihatiku,

Aku melihat keindahan seperti titik api yang tergulung asap;

tapi sekarang asap itu telah tersebar dan menghilang, dan aku hanya melihat

api yang membakar.

Jiwaku menasihatiku dan memintaku untuk mendengar suara yang keluar

bukan dari lidah maupun dari tenggorokan.

Sebelumnya aku hanya mendengar teriakan dan jeritan di telingaku yang

bodoh dan sia-sia.

Tapi sekarang aku belajar mendengar keheningan,

Yang bergema dan melantunkan lagu dari zaman ke zaman.

Menyanyikan nada langit, dan menyingkap tabir rahsia keabadiaan..

Jiwaku berkata padaku dan menasihatiku agar memuaskan kehausanku dengan

meminum anggur yang tak dituangkan ke dalam cangkir-cangkir,

Yang belum terangkat oleh tangan, dan tak tersentuh oleh bibir

Hingga hari itu kehausanku seperti nyala redup yang terkubur dalam abu.

Tertiup angin dingin dari musim-musim bunga;

Tapi sekarang kerinduan menjadi cangkirku,

Cinta menjadi anggurku, dan kesendirian adalah kebahagianku.

Jiwaku menasihatiku dan memintaku mencari yang tak dapat dilihat;

Dan jiwaku menyingkapkan kepadaku bahwa apa yang kita sentuh adalah apa

yang kita impikan.

Jiwaku mengatakan padaku dan mengundangku untuk menghirup harum

tumbuhan yang tak memiliki akar, tangkai maupun bunga, dan yang tak pernah

dapat dilihat mata.

Sebelum jiwaku menasihati, aku mencari bau harum dalam kebun-kebun,

Dalam botol minyak wangi tumbuhan-tumbuhan dan bejana dupa; Tapi

sekarang aku menyedari hanya pada dupa yang tak dibakar,

Aku mencium udara lebih harum dari semua kebun-kebun di dunia ini dan

semua angin di angkasa raya.

Jiwaku menasihatiku dan memintaku agar tidak merasa mulia

kerana pujian

Dan agar tidak disusahkan oleh ketakutan kerana cacian.

Sampai hari ini aku berasa ragu akan nilai pekerjaanku;

Tapi sekarang aku belajar;

Bahawa pohon berbunga di musim bunga, dan berbuah di musim panas

Dan menggugurkan daun-daunnya di musim gugur untuk menjadi benar-benar

telanjang di musim dingin.

Tanpa merasa mulia dan tanpa ketakutan atau tanpa rasa malu.

Jiwaku menasihatiku dan meyakinkanku

Bahawa aku tak lebih tinggi berbanding cebol ataupun tak lebih rendah

berbanding raksasa.

Sebelumnya aku melihat manusia ada dua,

Seorang yang lemah yang aku caci atau kukasihani,

Dan seorang yang kuat yang kuikuti, maupun yang kulawan

dalam pemberontakan.

Tapi sekarang aku tahu bahwa aku bahkan dibentuk oleh tanah

yang sama darimana semua manusia diciptakan.

Bahwa unsur-unsurku adalah unsur-unsur mereka, dan pengembaraan mereka

adalah juga milikku.

Bila mereka melanggar aku juga pelanggar,

Dan bila mereka berbuat baik, maka aku juga bersama perbuatan baik

mereka.

Bila mereka bangkit, aku juga bangkit bersama mereka;

Bila mereka tinggal di belakang, aku juga menemani mereka.

Jiwaku menasihatiku dan memerintahku untuk melihat bahawa cahaya yang

kubawa bukanlah cahayaku,

Bahawa laguku tidak diciptakan dalam diriku;

Kerana meski aku berjalan dengan cahaya, aku bukanlah cahaya,

Dan meskipun aku bermain kecapi yang diikat kemas oleh dawai-dawaiku,

Aku bukanlah pemain kecapi.

Jiwaku menasihatiku dan mengingatkanku untuk mengukur waktu dengan

perkataan ini: "Di sana ada hari semalam dan di sana ada hari esok." Pada saat

itu aku menganggap masa lampau sebuah zaman yang lenyap dan akan

dilupakan, Dan masa depan kuanggap suatu masa yang tak bisa kucapai;

Tapi kini aku terdidik perkara ini : Bahawa dalam keseluruhan waktu masa kini

yang singkat, serta semua yang ada dalam waktu, Harus diraih sampai dapat.

Jiwaku menasihatiku, saudaraku, dan menerangiku.

Dan seringkali jiwamu menasihati dan menerangimu.

Kerana engkau seperti diriku, dan tak ada beza di antara kita.

Kusimpan apa yang kukatakan dalam diriku ini dalam kata-kata yang kudengar

dalam heningku,

Dan engkau jagalah apa yang ada di dalam dirimu, dan engkau adalah penjaga

yang sama baiknya seperti yang kukatakan ini.

Khalil Gibran

NYANYIAN HUJAN

Aku ini percikan benang-benang perak yang dihamburkan dari syurga oleh

dewa-dewa.

Alam raya kemudian meraupku, bagi menyirami ladang dan lembahnya.

Aku ini taburan mutiara, yang dipetik dari mahkota Raja Ishtar, oleh puteri

Fajar,

untuk menghiasi taman-taman mayapada.

Pabila kuurai air mata, bukit-bukit tertawa;

Pabila aku meniup rendah, bunga-bunga gembira,

Dan bila aku menunduk, segalanya cerah-ceria.

Ladang dan awan mega berkasih-mesra,

Di antara mereka aku pembawa amanat setia,

Yang satu kulepas dari dahaga,

Yang lain kuubati dari luka.

Suara guruh mengkhabarkan kedatanganku

Pelangi di langit menghantar pemergianku,

Bagai kehidupan duniawi, diriku,

Dimulakan pada kaki kekuatan alam,

Dan diakhiri di bawah sayap kematian.

Aku muncul dari dalam jantung samudera,

Melayang tinggi bersama pawana,

Pabila kulihat ladang memerlukanku,

Aku turun, kubelai mesra bunga-bunga dan pepohonan

Dalam berjuta cara.

Jemariku lembut bermain pada jendela-jendela kaca

Dan berita yang kubawa membawa bahagia,

Semua orang dapat mendengarnya, namun hanya yang peka,

Dapat memahami maknanya.

Panas udara melahirkan aku,

Namun sebagai balasannya aku membunuhnya,

Laksana wanita yang mengungguli jejaka,

Dengan kekuatan yang dihisap daripadanya.

Diriku helaan nafas samudera

Gelak tertawa padang ladang,

Dan cucuran air mata dari syurga.

Maka, disertai cinta kasih -

dihela dari kedalaman laut kasih-sayang;

tertawa ria dari rona padang jiwa,

air mata dari kenangan syurga abadi.

(Dari 'Dam'ah Wa Ibtisamah' -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)

Khalil Gibran

NYANYIAN SUKMA

Di dasar relung jiwaku

Bergema nyanyian tanpa kata; sebuah lagu

yang bernafas di dalam benih hatiku,

Yang tiada dicairkan oleh tinta di atas lembar kulit ; ia meneguk rasa kasihku

dalam jubah yg nipis kainnya, dan mengalirkan sayang,

Namun bukan menyentuh bibirku.

Betapa dapat aku mendesahkannya?

Aku bimbang dia mungkin berbaur dengan kerajaan fana

Kepada siapa aku akan menyanyikannya?

Dia tersimpan dalam relung sukmaku Kerna aku risau, dia akan terhempas Di telinga pendengaran yang keras.

Pabila kutatap penglihatan batinku

Nampak di dalamnya bayangan dari bayangannya,

Dan pabila kusentuh hujung jemariku

Terasa getaran kehadirannya.

Perilaku tanganku saksi bisu kehadirannya,

Bagai danau tenang yang memantulkan cahaya

bintang-bintang bergemerlapan.

Air mataku menandai sendu

Bagai titik-titik embun syahdu

Yang membongkarkan rahsia mawar layu.

Lagu itu digubah oleh renungan,

Dan dikumandangkan oleh kesunyian,

Dan disingkiri oleh kebisingan,

Dan dilipat oleh kebenaran,

Dan diulang-ulang oleh mimpi dan bayangan,

Dan difahami oleh cinta,

Dan disembunyikan oleh kesedaran siang

Dan dinyanyikan oleh sukma malam.

Lagu itu lagu kasih-sayang,

Gerangan 'Cain' atau 'Esau' manakah

Yang mampu membawakannya berkumandang?

Nyanyian itu lebih semerbak wangi daripada melati:

Suara manakah yang dapat menangkapnya?

Kidung itu tersembunyi bagai rahsia perawan suci,

Getar nada mana yang mampu menggoyahnya?

Siapa berani menyatukan debur ombak samudra

dengan kicau bening burung malam?

Siapa yang berani membandingkan deru alam,

Dengan desah bayi yang nyenyak di buaian?

Siapa berani memecah sunyi

Dan lantang menuturkan bisikan sanubari

Yang hanya terungkap oleh hati?

Insan mana yang berani

melagukan kidung suci Tuhan?

(Dari 'Dam'ah Wa Ibtisamah' -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)

Khalil Gibran

PANDANGAN PERTAMA

Itulah saat yang memisahkan aroma kehidupan dari kesedarannya.

Itulah percikan api pertama yang menyalakan wilayah-wilayah jiwa.

Itulah nada magis pertama yang dipetik dari dawai-dawai perak hati manusia.

Itulah saat sekilas yang menyampaikan pada telinga jiwa tentang risalah hari-

hari yang telah berlalu dan mengungkapkan karya kesedaran yang dilakukan

malam, menjadikan mata jernih melihat kenikmatan di dunia dan menjadikan

misteri-misteri keabadian di dunia ini hadir.

Itulah benih yang ditaburan oleh Ishtar, dewi cinta, dari suatu tempat yang

tinggi.

Mata mereka menaburkan benih di dalam ladang hati, perasaan

memeliharanya, dan jiwa membawanya kepada buah-buahan.

Pandangan pertama kekasih adalah seperti roh yang bergerak di permukaan

air mengalir menuju syurga dan bumi. Pandangan pertama dari sahabat

kehidupan menggemakan kata-kata Tuhan, "Jadilah, maka terjadilah ia"

Khalil Gibran

PENYAIR

Dia adalah rantai penghubung

Antara dunia ini dan dunia akan datang

Kolam air manis buat jiwa-jiwa yang kehausan,

Dia adalah sebatang pohon tertanam

Di lembah sungai keindahan

Memikul bebuah ranum

Bagi hati lapar yang mencari.

Dia adalah seekor burung 'nightingale'

Menyejukkan jiwa yang dalam kedukaan

Menaikkan semangat dengan alunan melodi indahnya

Dia adalah sepotong awan putih di langit cerah

Naik dan mengembang memenuhi angkasa.

Kemudian mencurahkan kurnianya di atas padang kehidupan. Membuka kelopak

mereka bagi menerima cahaya.

Dia adalah malaikat diutus Yang Maha Kuasa mengajarkan Kalam Ilahi.

Seberkas cahaya gemilang tak kunjung padam.

Tak terliput gelap malam

Tak tergoyah oleh angin kencang

Ishtar, dewi cinta, meminyakinya dengan kasih sayang

Dan, nyanyian Apollo menjadi cahayanya.

Dia adalah manusia yang selalu bersendirian,

hidup serba sederhana dan berhati suci

Dia duduk di pangkuan alam mencari inspirasi ilham

Dan berjaga di keheningan malam,

Menantikan turunnya ruh

Dia adalah si tukang jahit yang menjahit benih hatinya di ladang kasih sayang

dan kemanusiaan menyuburkannya

Inilah penyair yang dipinggirkan oleh manusia

pada zamannya,

Dan hanya dikenali sesudah jasad ditinggalkan

Dunia pun mengucapkan selamat tinggal dan kembali ia pada Ilahi

Inilah penyair yang tak meminta apa-apa

dari manusia kecuali seulas senyuman

Inilah penyair yang penuh semangat dan memenuhi

cakerawala dengan kata-kata indah

Namun manusia tetap menafikan kewujudan keindahannya

Sampai bila manusia terus terlena?

Sampai bila manusia menyanjung penguasa yang

meraih kehebatan dgn mengambil kesempatan??

Sampai bila manusia mengabaikan mereka yang boleh memperlihatkan

keindahan pada jiwa-jiwa mereka

Simbol cinta dan kedamaian?

Sampai bila manusia hanya akan menyanjung jasa org yang sudah tiada?

dan melupakan si hidup yg dikelilingi penderitaan

yang menghambakan hidup mereka seperti lilin menyala

bagi menunjukkan jalan yang benar bagi orang yang lupa

Dan oh para penyair,

Kalian adalah kehidupan dalam kehidupan ini:

Telah engkau tundukkan abad demi abad termasuk tirainya.

Penyair..

Suatu hari kau akan merajai hati-hati manusia

Dan, kerana itu kerajaanmu adalah abadi.

Penyair..periksalah mahkota berdurimu..kau akan menemui kelembutan di

sebalik jambangan bunga-bunga Laurel...

(Dari 'Dam'ah Wa Ibtisamah' -Setitis Air Mata Seulas Senyuman)

Kahlil Gibran

PERENGGAN 12

Seorang ahli hukum menyusul bertanya;

Dan bagaimana tentang undang-undang kita?

Dijawabnya;

Kalian senang meletakkan perundangan,

namun lebih senang lagi melakukan perlanggaran,

Bagaikan kanak-kanak yang asyik bermain di tepi pantai,

yang penuh kesungguhan menyusun pasir jadi menara,

kemudian menghancurkannya sendiri,

sambil gelak tertawa ria.

Tapi,

selama kau sedang sibuk menyusun menara pasirmu,

sang laut menghantarkan lebih banyak lagi pasir ke tepi,

Dan pada ketika kau menghancurkan menara buatanmu,

sang laut pun turut tertawa bersamamu.

Sesungguhnya,

samudera sentiasa ikut tertawa,

bersama mereka yang tanpa dosa.

Tapi bagaimanakah mereka,

yang menganggap kehidupan bukan sebagai samudera,

dan melihat undang-undang buatannya sendiri,

bukan ibarat menara pasir?

Merekalah yang memandang kehidupan,

laksana sebungkal batu karang,

dan undang-undang menjadi pahatnya,

untuk memberinya bentuk ukiran,

menurut selera manusia,

sesuai hasrat kemahuan.

Bagaimana dia,

si tempang yang membenci para penari?

Bagaimana pula kerbau yang menyukai bebannya,

dam mencemuh kijang,

menamakannya haiwan liar tiada guna?

Lalu betapa ular tua,

yang tak dapat lagi menukar kulitnya,

dan kerana itu menyebut ular lain sebagai telanjang,

tak kenal susila?

Ada lagi dia,

yang pagi- pagi mendatangi pesta,

suatu keramaian perkahwinan,

kemudian setelah kenyang perutnya,

dengan badan keletihan,

meninggalkan keramaian dengan umpatan,

menyatakan semua pesta sebagai suatu kesalahan,

dan semua terlibat melakukan kesalahan belaka.

Apalah yang kukatakan tentang mereka,

kecuali bahawa memang mereka berdiri di bawah sinar mentari,

namun berpaling wajah, dan punggung mereka membelakangi?

Mereka hanya melihat bayangannya sendiri,

dan bayangan itulah menjadi undang-undangnya.

Apakah erti sang suria bagi mereka,

selain sebuah pelempar bayangan?

Dan apakah kepatuhan hukum baginya,

selain terbongkok dan melata di atas tanah,

mencari dan menyelusuri bayangan sendiri?

Tapi kau,

yang berjalan menghadapkan wajah ke arah mentari,

bayangan apa di atas tanah,

yang dapat menahanmu?

Kau yang mengembara di atas angin,

kincir mana yang mampu memerintahkan arah perjalananmu,

hukum mana yang mengikatmu,

bila kau patahkan pikulanmu,

tanpa memukulnya pada pintu penjara orang lain?

Hukum apa yang kau takuti,

jikalau kau menari-nari,

tanpa kakimu tersadung belenggu orang lain?

Dan siapakah dia yang menuntutmu,

bila kau mencampakkan pakaianmu,

tanpa melemparkannya di jalan orang lain?

Rakyat Orphalese,

kalian mungkin mampu memukul gendang,

dan kalian dapat melonggarkan tali kecapi,

namun katakan,

siapakah yang dapat menghalangi,

burung pipit untuk menyanyi.

PERENGGAN 13

Seorang ahli pidato maju ke depan;

bertanyakan masalah kebebasan.

Dia mendapat jawapan;

Telah kusaksikan,

di gerbang kota maupun dekat tungku perapian,

dikau bertekuk lutut memuja Sang Kebebasan.

Laksana hamba budak merendahkan diri di depan sang tuan,

si zalim yang disanjung puja,

walaupun dia hendak menikam.

Ya, sampaipun di relung-relung candi,

dan keteduhan pusat kota,

kulihat yang paling bebas pun diantara kalian,

mengendong kebebasannya laksana pikulan,

mengenakannya seperti besi pembelenggu tangan.

Hatiku menitikkan darah dalam dada,

kerana kutahu,

bahawa kau hanya dapat bebas sepenuhnya,

pabila kau dapat menyedari;

bahawa keinginan untuk kebebasan pun,

merupakan sebentuk belenggu jiwamu.

Hanya jikalau kau pada akhirnya,

berhenti bicara tentang Kebebasan,

sebagai suatu tujuan dan sebuah hasil perbincangan,

maka kau akan bebas,

bila hari-hari tiada kosong dari beban fikiran,

dan malam-malammu tiada sepi dari kekurangan dan kesedihan.

Bahkan justeru Kebebasanmu berada dalam rangkuman beban hidup ini,

tetapi yang berhasil engkau atasi,

dan jaya kau tegak menjulang tinggi,

sempurna, terlepas segala tali-temali.

Dan bagaimana kau kan bangkit,

mengatasi hari dan malammu,

pabila kau tak mematahkan belenggu ikatan,

yang di pagi pengalamanmu,

telah engkau kaitkan pada ketinggian tengah harimu?

Sesungguhnyalah,

apa yang kau namai Kebebasan,

tak lain dari mata terkuat diantara mata rantai belenggumu,

walau kilaunya gemerlap cemerlang di sinar suria,

serta menyilaukan pandang matamu.

Dan sedarkah engkau,

apa yang akan kau lepaskan itu?

tiada lain adalah cebisan dari dirimu,

jikalau kau hendak mencapai kebebasan yang kau rindu.

Pabila yang akan kau buang itu,

suatu hukum yang tak adil,

akuilah bahwa dia telah kau tulis dengan tanganmu sendiri,

serta kau pahatkan diatas permukaan keningmu.

Mustahil kau akan menghapusnya,

dengan hanya membakar kitab-kitab hukummu,

tak mungkin pula dengan cara membasuh kening para hakimmu,

walau air seluruh lautan kaucurahkan untuk itu.

Pabila seorang zalim yang hendak kau tumbangkan,

usahakanlah dahulu,

agar kursi tahtanya yang kau tegakkan di hatimu,

kau cabut akarnya sebelum itu.

Sebab bagaimanakah seorang zalim,

dapat memerintah orang bebas dan punya harga diri,

jika bukan engkau sendiri membiarkannya,

menodai kebebasan yang kaujunjung tinggi,

mencorengkan arang pada harkat martabat kemanusiaanmu peribadi?

Pabila suatu beban kesusahan yang hendak kautanggalkan,

maka ingatlah bahwa beban itu telah pernah menjadi pilihanmu,

bukannya telah dipaksakan diatas pundakmu.

Bilamana ketakutan yang ingin kau hilangkan, maka perasaan ngeri itu bersarang di hatimu, bukannya berada pada dia yang kau takuti.

Sebenarnyalah, segalanya itu bergetar dalam diri,

dalam rangkulan setengah terkatup, yang abadi;

antara;

yang kauinginkan dan yang kau takuti,

yang memuakkan dan yang kausanjung puji,

yang kaukejar-kejar dan yang hendak kau tinggal pergi.

Kesemuanya itu hadir dalam dirimu selalu,

bagaikan Sinar dan Bayangan,

dalam pasangan-pasangan,

yang lestari berpelukan.

Dan pabila sang bayangan menjadi kabur, melenyap hilang,

maka sinar yang tinggal, wujudlah bayangan baru,

bagi sinar yang lain;

demikianlah selalu.

Seperti itulah pekerti Kebebasan,

pabila ia kehilangan pengikatnya yang lama,

maka ia sendirilah menjadi pengikat baru,

bagi Kebebasan yang lebih agung,

sentiasa.

Khalil Gibran

PERJAMUAN JIWA

BANGUNLAH, Cintaku. Bangun! Kerana jiwaku mengalu-alumu dari dasar laut,

dan menawarkan padamu sayap-sayap di atas gelombang yang mengamuk

Bangunlah, kerana sunyi telah menghentikan derap kaki kuda dan langkah para

pejalan kaki.

Rasa kantuk telah memeluk roh setiap laki-laki, sementara aku terbangun

sendiri, rasa rindu membukakan kertas surat tidurku.

Cinta membawaku dekat denganmu, namun kebimbangan melemparkan diriku

menjauh darimu.

Aku telah membuang bukuku, kerana keluhku mengunci kata-kata dan desah nafasku meninggalkan tempat tidurku, Cintaku, kerana takut pada hantu lupa yang berada di balik selimut.

Aku telah membuang bukuku, kerana keluhku mengunci kata-kata dan desah

nafasku meninggalkan halaman buku yang kosong di depan mataku!

Bangun, bangunlah, Cintaku dan dengar diriku!

Aku mendengarkanmu, Cintaku! Aku mendengar panggilanmu dari lautan lepas

dan merasakan lembutnya sentuhan sayapmu. Aku telah jauh dari ranjangku,

beranjak ke tanah lapang, hingga embun membasahi kaki dan bajuku. Di sinilah

aku berdiri, dibawah bunga-bunga pohon badam, memenuhi panggilan jiwamu.

Bicaralah padaku, Cintaku, dan biarkan nafasmu menghirup angin gunung yang

datang padaku dari lembah-lembah Lebanon. Bicaralah. Tak ada yang akan

mendengar selain diriku. Malam telah melarutkan semua manusia ditempat

tidurnya.

Syurga telah menyulam cahaya rembulan dan menghamparkannya ke seluruh

daratan Lebanon, Cintaku.

Syurga telah meriasnya dengan bayangan malam, jubah tebal membentang

dihembus asap dari cerobong kain, dihembus nafas kemari, dan mengelarnya

di telapak kota, Cintaku.

Para penduduk telah pulas menganyam mimpi di ubun-ubunnya di tengah

pohon-pohon kenari. Jiwa mereka mempercepatkan langkah mengejar negeri

mimpi, Cintaku.

Lelaki-lelaki longlai menggendong emas, dan tebing curam yang akan dilalui

melemaskan lutut mereka. Mata mereka mengantuk kerana dililit kesulitan

dan ketakutan. Mereka melemparkan tubuh ke tempat tidur sebagai tempat

berlindung dari hantu-hantu yang menakutkan dan mengerikan, Cintaku.

Hantu-hantu dari masa lalu berkeliaran di lembah-lembah. Jiwa para raja

melintasi bukit-bukit. Fikiranku yang berhias kenangan menyingkap kekuatan

bangsa Chaldea, kemegahan Arab.

Di lorong-lorong gelap, jiwa-jiwa pencuri yang tegap berjalan, muncung-

muncung nafsu ular berbisa muncul dari celah-celah benteng, dan rasa sakit

berdengung kematian, muntah-muntah sepanjang jalan. Kenangan menyingkap

tabir kelupaan dari mataku dan nampaklah Sodom yang menjijikkan, serta

dosa-dosa Gomorah.

Ranting-ranting berayun-ayun, Cintaku, dan desirnya bertemu dengan alunan

anak sungai di lembah. Syair-syair Sulaiman, nada kecapi Daud dan lagu Ishak

Al-Mausaili terngiang-ngiang di telinga kami.

Jiwa anak-anak yang lapar di penginapan menggelupur, ibunya mengeluh di

atas kamar kesedihan, dan kekecewaan telah jatuh dari langit. Mimpi-mimpi

kebimbangan melanda hati yang lemah. Aku mendengar rintihan pahitnya.

Semerbak bunga melambai seiring nafas pohon-pohon cedar. Terbawa angin

sepoi-sepoi menuju perbukitan, harum itu mengisi jiwa dengan kasih sayang

dan meniupkan kerinduan untuk terbang.

Tetapi racun dari rawa-rawa jug berkelana mengepul bersama penyakit.

Seperti panah rahsia yang tajam, racun itu telah menembusi perasaan dan

meracuni udara.

Tanpa kusedari matahari telah mengilaukan cahaya pagi, Cintaku, dan jari-jari

timur yang lentik menimang mata-mata orang yang terlelap. Cahaya itu

memaksa mereka untuk membuka daun jendela dan menyelak hati dan

kemenangan. Desa-desa, yang sedang tertidur dalam damai dan tenang di

pundak-pundak lembah, bangun, loceng-loceng berdenting memenuhi angkasa

sebagai panggilan untuk mula berdoa. Dan dari gua-gua, gema-gema juga

berdengung, seolah-olah seluruh alam sedang berdoa bersama-sama dengan

khusyuknya. Anak-anak sapi telah keluar dari kandangnya, biri-biri dan

kambing meninggalkan bangsalnya untuk menuai rumput yang berembun dan

berkilatan cahaya. Penggembalanya mengikuti dari belakang sambil

mengamatinya di balik lelalang. Di belakangnya lagi gadis-gadis bernyanyi

seperti burung menyambut pagi.

Kini tangan siang hari yang perkasa terbaring di atas kota. Tirai telah diselak

dari jendela dan pintu pun terbuka. Mata yang penat dan wajah lesu para

penjahit telah siap di tempat kerjanya. Mereka merasakan kematian telah

melanggar batas kehidupan mereka, dan riak muka yang layu mempamerkan

ketakutan dan kekecewaan. Di jalanan padat dengan jiwa-jiwa yang tamak dan

tergesa-gesa, dan di mana-mana terdengar desingan besi, pusingan roda dan

siulan angin. Kota telah menjadi arena pertempuran di mana yang kuat

menindas yang lemah dan si kaya mengeksploitasi dan menguasai si miskin.

Betapa indah hidup ini, Cintaku, seperti hati penyair yang penuh dengan

cahaya dan kelembutan hati.

Dan betapa kerasnya hidup ini, Cintaku, seperti dada penjahat, yang

berdebar-debar kerana selalu merasa bimbang dan takut.

Khalil Gibran

PERKAHWINAN

SEKARANG, CINTA mulai menciptakan puisi dalam prosa kehidupan, untuk

mencipta fikiran-fikiran masa lalu menjadi nyanyian pujian agar bersenandung

siang hari dan menyanyi pada malam hari.

Sekarang, hasrat menyingkapkan tabir keraguan dari kebingungan pada

tahun-tahun yang telah berlalu.

Dari rangkaian kesenangan, ia merajut kebahagiaan yang hanya bisa dilampaui

dengan kebahagiaan jiwa ketika ia memeluk tuannya.

Itulah dua peribadi kukuh yang berdiri berdampingan untuk

mempertentangkan cinta mereka dengan kedengkian dari takdir yang lemah.

Itulah perpaduan anggur kuning dengan anggur warna lembayung untuk

menghasilkan paduan keemasan, warna cakerawala saat fajar merekah.

Itulah pertentangan dua roh untuk pertentangan dan kesatuan dua jiwa

dengan kesatuan. Ia adalah curahan hujan jernih dari langit murni ke dalam

kesucian alam, membangkitkan kekuatan-kekuatan ladang yang penuh berkat.

Apabila pandangan pertama dari wajah sang kekasih adalah seperti benih

yang ditaburkan oleh cinta di ladang hati manusia dan ciuman pertama dari

dua bibir adalah seperti bunga pertama cabang kehidupan, maka perkahwinan

adalah buah pertama dari bunga pertama benih itu.

(Dari Suara Sang Guru)

Khalil Gibran

PERSAHABATAN

Dan seorang remaja berkata, Bicaralah pada kami tentang Persahabatan.

Dan dia menjawab:

Sahabat adalah keperluan jiwa, yang mesti dipenuhi.

Dialah ladang hati, yang kau taburi dengan kasih dan kau tuai dengan penuh

rasa terima kasih.

Dan dia pulalah naungan dan pendianganmu.

Kerana kau menghampirinya saat hati lupa dan mencarinya saat jiwa mahu

kedamaian.

Bila dia berbicara, mengungkapkan fikirannya, kau tiada takut membisikkan

kata "Tidak" di kalbumu sendiri, pun tiada kau menyembunyikan kata "Ya".

Dan bilamana dia diam,hatimu berhenti dari mendengar hatinya; kerana tanpa

ungkapan kata, dalam persahabatan, segala fikiran, hasrat, dan keinginan

dilahirkan bersama dan dikongsi, dengan kegembiraan tiada terkirakan.

Di kala berpisah dengan sahabat, tiadalah kau berdukacita;

Kerana yang paling kau kasihi dalam dirinya, mungkin kau nampak lebih jelas

dalam ketiadaannya, bagai sebuah gunung bagi seorang pendaki, nampak lebih

agung daripada tanah ngarai dataran.

Dan tiada maksud lain dari persahabatan kecuali saling memperkaya roh

kejiwaan.

Kerana cinta yang mencari sesuatu di luar jangkauan misterinya, bukanlah

cinta , tetapi sebuah jala yang ditebarkan: hanya menangkap yang tiada

diharapkan.

Dan persembahkanlah yang terindah bagi sahabatmu.

Jika dia harus tahu musim surutmu, biarlah dia mengenali pula musim

pasangmu.

Gerangan apa sahabat itu jika kau sentiasa mencarinya, untuk sekadar

bersama dalam membunuh waktu?

Carilah ia untuk bersama menghidupkan sang waktu!

Kerana dialah yang bisa mengisi kekuranganmu, bukan mengisi kekosonganmu.

Dan dalam manisnya persahabatan, biarkanlah ada tawa ria dan

berkongsi kegembiraan..

Kerana dalam titisan kecil embun pagi, hati manusia menemui fajar dan

ghairah segar kehidupan.

Khalil Gibran

PROSA (I)

Bila engkau sedang bersukaria

renunglah dalam-dalam

ke lubuk hati

disanalah nanti engkau dapati

bahwa hanya yang pernah membuat derita

berkemampuan memberimu bahagia

Jika engkau berdukacita

renunanglah lagi, ke lubuk hati

disanalah pula bakal kau temui

bahawa sesungguhnya

engkau sedang menangisi

sesuatu yang pernah

engkau syukuri

Khalil Gibran

PROSA (II)

Bila kau memberi dari hartamu, tidak banyaklah pemberian itu. Bila kau

memberi dari dirimu, itulah pemberian yang penuh erti. Sebab, apalah harta

milikan itu, pabila ia bukan simpanan yang kaujaga buat persediaan di hari

kemudian ?

Dan hari kemudian; terkandung janji apakah bagi dia, si anjing kikir, Yang

menimbun tulang-tulang di bawah pasir, Dalam perjalanan ke kota suci,

mengikuti musafir ?

Dan bukankah ketakutan akan kemiskinan, Merupakan kemiskinan itu sendiri ? Ketakutan akan dahaga, sedangkan sumur masih penuh, Bukankah dahaga yang tak mungkin dipuaskan ?

Ada orang yang memberi sedikit dari miliknya yang banyak Dan pemberian itu

dilakukan demi sanjungan, Hasrat tersembunyi membuat tak murni dermanya.

Ada pula yang memiliki sedikit dan memberikan segalanya. Merekalah yang

percaya akan kehidupan dan anugerah kehidupan, Dan peti mereka tiada

pernah mengalami kekosongan.

Ada yang memberi dengan kegembiraan di hati, Kegembiraanlah yang menjadi

anugerah pengganti. Ada yang memberi dengan kepedihan di hati, maka

Kepedihan menjadi air pensucian diri.

Dan ada yang memberi tanpa merasa sakit di dalamnya, Tanpa mencari

kegirangan dari pemberiannya, Tanpa mengingat-ingat kebaikannya; Mereka

memberi, sebagaimana di lembah sana, Bunga-bunga menyebarkan

wewangiannya ke udara.

Melalui mereka inilah, Tuhan berbicara, Dan dari sinar lembut tatapan mata

mereka Dia tersenyum pada dunia.

...

Sebab sesungguhnya, kehidupanlah yang memberi pada kehidupan .Sedangkan

kau, yang mengira dirimu seorang pemberi, Sebetulnya hanyalah seorang

saksi.

Dan kau, kaum penerima - ya, engkau semuanya tergolong penerima ! Jangan

memberati diri dengan rasa terhutang budi, Sebab kau akan membebani

dirimu dan dia yang memberi.

Sayugia kau bangkit bersama si pemberi, Naik sayap pemberiannya,

Melambung ke taraf yang lebih tinggi.

Terlampau menyedari hutangmu, adalah meragukan kedermawanan dia, Sang

putera Bumi yang murah hati, Dan Tuhan, sebagai sumber segala hartanya.

Khalil Gibran

PROSA (III)

Dan aku melihat hal-hal yang menyedihkan,

Para Malaikat Kebahagiaan tengah berperang dgn Syaitan-syaitan

Penderitaan

Dan Manusia berdiri di antara mereka.

Yang satu menariknya dengan Harapan dan yang lain dengan Keputus-asaan.

Aku melihat Cinta dan Benci bermain-main di hati manusia, Cinta

menyembunyikan kesalahan Manusia dan memabukkanya dengan anggur

kepatuhan, pujian dan rayuan: sementara Kebencian menghasutnya dan

menutup telinganya dan membutakan matanya dari Kebenaran...

Aku melihat para pemimpin mulutnya berbuih seperti serigala licik dan juri

penyelamat palsu merencanakan dan bersekongkol untuk Melawan

Kebahagiaan Manusia..

Dan aku melihat Manusia memanggil Kebijakan untuk membebaskannya, tetapi

Kebijakan tidak mendengar jeritannya, kerana Manusia pernah

Mengabaikannya ketika ia berbicara kepadanya di jalananan kota...

(Dari Suara Sang Guru)

Khalil Gibran

PROSA (IV)

Kemudian datang seorang pertapa, Yang sekali setahun turun ke kota,

Memohon jawapan tentang kesenangan. Jawabnya demikian :

Kesenangan adalah lagu kebebasan, Namun bukannya sang kebebasan sendiri,

Dialah bunga-bunga hasrat keinginan, Namun bukan buah yang asli. Sebuah

jurang ternganga yang berseru ke puncak ketinggian, Itulah dia ; namun dia

bukan kedalaman maupun ketinggian itu sendiri. Dialah si terkurung yang

terbang terlepas, Namun bukannya ruang yang terbentang luas ; Ya,

sesungguhnyalah kesenangan merupakan lagu kebebasan. Dan aku amat suka

bila dapat mendengarkan, Kalian menyanyikannya dengan sepenuh hati, Namun

jangan hanyutkan diri dalam nyanyian

Beberapa diantaramu mencari kesenangan, Seolah kesenangan itu adalah

segala-galanya, Dan mereka ini dipersoalkan, dihakimi dan dipersalahkan. Aku

tak akan mempersalahkannya, ataupun memarahinya,

Melainkan akan mendorong mereka untuk mencari dan menyelami. Sebab

mereka akan menemukan kesenangan, Namun kesenangan tiada berdiri

sendiri. Saudaranya ada beberapa, ialah tujuh orang puteri, Yang terjelek pun

diantaranya lebih unggul kecantikannya, Daripada dia yang bernama

kesenangan. Engkau pernah mendengar tentang seorang manusia, Yang

menggali tanah hendak mencari akar, Namun menemukan harta pusaka ?

Beberapa di antara orang tua mengenangkan saat kesenangan, Dengan penuh

rasa penyesalan, Seolah kesenangan itu dosa yang diperbuatnya, Tatkala

sedang terbius di luar kesedarannya.

Tapi penyesalan ini hanya mengaburkan akal budi, Tiada berkemampuan

menyucikan hati nurani, Sayugia mereka mengingat kesenangan yang lalu,

Dengan rasa syukur dan terima kasih dalam kalbu, Sebagaimana mereka

mengenang rahmat tuaian di musim panas ; Namun pabila rasa penyesalan

lebih menenteramkan hatinya, Maka biarlah mereka menikmati

ketenteramannya.

Dan ada di antaramu yang bukan lagi remaja namun masih perlu mencari, Pun

belum terlampau tua namun memerlukan kenang-kenangan untuk digali,

Lalu menyingkirkan segala kesenangan yang ada di mayapada, Khuatir

melemahkan kekuatan jiwa, Ataupun bertentangan dan merugikannya. Tapi

dalam pencegahan diri inipun terletak kesenangan mereka, Dan dengan

demikian mereka pun menemui sebuah mustika,

Walau semua mereka dengan tangan gementar, hanya mencuba menggali akar.

Tetapi katakanlah padaku, siapakah yang dapat menenang jiwa ? Si burung

bul-bul yang menyanyikan lagu merdu, Terganggukah olehnya ketenangan

malam yang syahdu ? Atau ambillah dia, si kunang-kunang, Adakah

diganggunya keagungan bintang-bintang ? Dan nyala api, ataupun asap bara,

Adakah dia memberati pawana ? Dan dikau mengira, bahwa jiwa merupakan

danau yang tenang, Yang hanya dengan sentuhan sepucuk kayu, dapat

kauganggu ?

Betapa seringnya, dengan menyingkiri segala kesenangan, Kau hanya

menimbun keinginan tersembunyi, di relung kesedaran. Siapa tahu bahawa apa

yang nampaknya lenyap sekarang, dari

permukaan, hanya menanti saat kebangkitan dihari kemudian ?

Bahkan jasmani memahami kudratnya dan keperluan hak alamiahnya, Serta tiada sudi mengalami tipuan dari akal manusia. Jasmani adalah kecapi jiwa, Tergantung kepada manusia, Untuk menggetarkannya dengan petikan lagu merdu, Ataupun suara yang tiada menentu.

Lalu sekarang bertanyalah dalam hatimu; bagaimana cara membezakan baik-

buruk dalam kesenangan? Maka pergilah dikau ke ladang, kebun dan tamanmu,

Dan kau akan mengerti, bahawa bagi lebah, menghisap madu adalah

kesenangan, namun bagi bunga pun memberikan madu adalah kesenangan.

Untuk lebah, bunga merupakan pancaran kehidupan, Untuk bunga, lebah

merupakan duta kasih kehidupan. Dan bagi keduanya, sang lebah maupun sang

bunga, Memberi dan menerima kesenangan adalah keperluan dan keasyikan.

Rakyat Orphalese, bersenanglah bagaikan bunga dan lebah.

Khalil Gibran

PROSA (V)

Aku akan melakukan segala apa yang telah engkau ucapkan tadi

Dan aku akan menjadikan jiwaku sebagai sebuah kelambu yang

menyelubungi jiwamu.

Hatiku akan menjadi tempat tinggal keanggunanmu

serta dadaku akan menjadi kubur bagi penderitaanmu.

Aku akan selalu mencintaimu...sebagaimana padang rumput

yang luas mencintai musim bunga.

Aku akan hidup di dalam dirimu laksana bunga-bunga yang hidup oleh panas

matahari.

Aku akan menyanyikan namamu seperti lembah menyanyikan gema loceng di

desa

Aku akan mendengar bahasa jiwamu seperti pantai mendengarkan kisah-kisah

gelombang.

Aku akan mengingatimu seperti perantau asing yang mengenang tanahair

tercintanya,

Sebagaimana orang lapar mengingati pesta jamuan makan,

Seperti raja yang turun takhta mengingati masa-masa kegemilangannya,

Dan seperti seorang tahanan mengingati masa-masa kesenangan dan

kebebasan.

Aku akan mengingatimu sebagaimana seorang petani yang mengingati bekas-

bekas gandum di lantai tempat simpanannya,

juga seperti gembala mengingati padang rumput yang luas dan

sungai yang segar airnya."

(Dari Sayap Sayap Patah)

Khalil Gibran

PROSA (VI)

Bersyukurlah pada kehidupan yang telah menganugerahimu rasa haus.

Hatimu akan menjadi seperti tepian pantai dari sebuah samudera yang tak

memiliki gelombang.

Tak menyimpan gemuruh dan tak mengerami pasang surut bila engkau tak

memiliki rasa haus. Teguklah isi pialamu sendiri sambil memekik gembira.

Junjunglah pialamu di atas kepalamu lalu teguklah kuat demi mereka yang

meminumnya dalam kesendirian.

Aku pernah sekali mencari gerombolan manusia yang kemudian duduk rapi

mengelilingi meja jamuan sebuah pesta kemudian minum dengan sepuas-

puasnya.

Namun mereka tidak mengangkat anggurnya di atas kepalaku, tidak pula

meresapkannya ke dalam dadaku.

Mereka hanya membasahi kakiku....kebijakanku masih kerontang.

Hatiku terkunci dan terpatri.

Cuma sepasang kakikulah yang bergomol dengan mereka diantara selubung

kabut yang suram.

Aku tidak lagi mau mencari kumpulan manusia atau pula meneguk anggur

bersama mereka dalam meja jamuan pesta mereka.

Apa yang engkau rasakan jika kututurkan padamu semua itu jika waktu begitu

garang menghentaki jantungmu?

Akan sangat baik bagimu bila engkau meneguk piala rengsamu seorang diri dan

piala bahagianmu seorang diri pula...

Khalil Gibran

RAHASIA JODOH

Berpasangan engkau telah diciptakan

Dan selamanya engkau akan berpasangan

Bergandengan tanganlah dikau

Hingga sayap-sayap panjang nan lebar lebur dalam nyala

Dalam ikatan agung menyatu kalian

Saling menataplah dalam keharmonian

Dan bukanlah hanya saling menatap ke depan

Tapi bagaimana melangkah ke tujuan semula

Berpasangan engkau dalam mengurai kebersamaan

Kerana tidak ada yang benar-benar mampu hidup bersendirian

Bahkan keindahan syurga tak mampu menghapus kesepian Adam

Berpasangan engkau dalam menghimpun rahmat Tuhan Ya, bahkan bersama

pula dalam menikmatinya

Kerana alam dan kurniaan Tuhan

Terlampau luas untuk dinikmati sendirian

Bersamalah engkau dalam setiap keadaan

Kerana kebahagiaan tersedia, bagi mereka yang menangis

Bagi mereka yang disakiti hatinya, bagi mereka yang mencari,

bagi mereka yang mencuba

Dan bagi mereka yang mampu memahami erti hidup bersama

Kerana mereka itulah yang menghargai pentingnya

orang-orang yang pernah hadir dalam kehidupan mereka

Bersamalah dikau sampai sayap-sayap sang maut meliputimu

Ya, bahkan bersama pula kalian dalam musim sunyi

Namun biarkan ada ruang antara kebersamaan itu

Tempat angin syurga menari-nari diantara bahtera sakinahmu

Berkasih-kasihlah, namun jangan membelenggu cinta

Biarkan cinta mengalir dalam setiap titisan darah

Bagai mata air kehidupan

Yang gemerciknya senantiasa menghidupi pantai kedua jiwa

Saling isilah minumanmu tapi jangan minum dari satu piala

Saling kongsilah rotimu tapi jangan makan dari pinggan yang sama..

Menyanyilah dan menarilah bersama dalam suka dan duka

Hanya biarkan masing-masing menghayati waktu sendirinya

Kerana dawai-dawai biola, masing-masing punya kehidupan sendiri

Walau lagu yang sama sedang menggetarkannya

Sebab itulah simfoni kehidupan

Berikan hatimu namun jangan saling menguasainya

Jika tidak, kalian hanya mencintai pantulan diri sendiri

Yang kalian temukan dalam dia

Dan lagi, hanya tangan kehidupan yang akan mampu merangkulnya

Tegaklah berjajar namun jangan terlampau dekat

Bukankah tiang-tiang candi tidak dibina terlalu rapat?

Dan pohon jati serta pohon cemara

Tidak tumbuh dalam bayangan masing-masing?

Khalil Gibran

SEMALAM

Semalam aku sendirian di dunia ini, kekasih;

dan kesendirianku... sebengis kematian...

Semalam diriku adalah sepatah kata yang tak bersuara...,

Di dalam fikiran malam.

Hari ini... aku menjelma menjadi sebuah nyanyian menyenangkan di atas lidah

hari.

Dan, ia berlangsung dalam seminit dari sang waktu yang melahirkan sekilas

pandang, sepatah kata, sebuah desakan dan... sekucup ciuman

Khalil Gibran

SETITIS AIRMATA DAN SEULAS SENYUMAN

Takkan kutukar dukacita hatiku demi kebahagiaan khalayak. Dan, takkan kutumpahkan air mata kesedihan yang mengalir dari tiap bahagian diriku berubah menjadi gelak tawa. Kuingin diriku tetaplah setitis air mata dan seulas senyuman.

Setitis airmata yang menyucikan hatiku dan memberiku pemahaman rahsia

kehidupan dan hal ehwal yang tersembunyi. Seulas senyuman menarikku dekat

kepada putera kesayanganku dan menjelma sebuah lambang pemujaan kepada

tuhan.

Setitis airmata meyatukanku dengan mereka yang patah hati; Seulas senyum

menjadi sebuah tanda kebahagiaanku dalam kewujudan.

Aku merasa lebih baik jika aku mati dalam hasrat dan kerinduan berbanding

jika aku hidup menjemukan dan putus asa.

Aku bersedia kelaparan demi cinta dan keindahan yang ada di dasar jiwaku

setelah kusaksikan mereka yang dimanjakan amat menyusahkan orang. Telah

kudengar keluhan mereka dalam hasrat kerinduan dan itu lebih manis

daripada melodi yang termanis.

Ketika malam tiba bunga menguncupkan kelopak dan tidur, memeluk kerinduannya. tatkala pagi menghampiri, ia membuka bibirnya demi menyambut ciuman matahari.

Kehidupan sekuntum bunga sama dengan kerinduan dan pengabulan. Setitis

airmata dan seulas senyuman.

Air laut menjadi wap dan naik menjelma menjadi segumpal mega. Awan

terapung di atas pergunungan dan lembah ngarai hingga berjumpa angin sepoi

bahasa, jatuh bercucuran ke padang-padang lalu bergabung bersama aliran

sungai dan kembali ke laut, rumahnya.

Kehidupan awan-gemawan itu adalah sesuatu perpisahan dan pertemuan. Bagai

setitis airmata seulas senyuman. Dan, kemudian jiwa jadi terpisahkan dari

jiwa yang lebih besar, bergerak di dunia zat melintas bagai segumpal mega

diatas pergunungan dukacita dan dataran kebahagiaan.

Menuju samudera cinta dan keindahan - kepada Tuhan.

Khalil Gibran

SUARA PENYAIR

Berkah amal soleh tumbuh subur dalam ladang hatiku.

Aku akan menuai gandum dan membahagikannya pada mereka yang lapar.

Jiwaku menyuburkan ladang anggur yang kuperas buahnya dan kuberikan

sarinya pada mereka yang kehausan.

Syurga telah mengisi pelitaku dengan minyaknya dan akan kuletakkan di

jendela.

Agar musafir berkelana di gelap malam menemui jalannya.

Kulakukan semua itu kerana mereka adalah diriku.

Andaikan nasib membelenggu tanganku dan aku tak bisa lagi menuruti hati

nuraniku, maka yang tertinggal dalam hasratku hanyalah : Mati!

Aku seorang penyair, apabila aku tak bisa memberi, akupun tak mau menerima

apa-apa.

Khalil Gibran

SURAT DARI KEKASIH

Untukmu yang selalu Kucintai,

Saat kau bangun di pagi hari, Aku memandangmu dan

berharap engkau akan berbicara kepadaKu., bercerita,

meminta pendapatKu, mengucapkan sesuatu untukKu

walaupun hanya sepatah kata.

Atau berterima kasih kepadaKu atas sesuatu hal yang

indah yang terjadi dalam hidupmu pada tadi malam, kemarin, atau waktu yang

lalu....

Tetapi Aku melihat engkau begitu sibuk mempersiapkan diri untuk pergi

bekerja...

Tak sedikitpun kau menyedari Aku di dekat mu.

Aku kembali menanti saat engkau sedang bersiap,

Aku tahu akan ada sedikit waktu bagimu untuk berhenti dan menyapaKu,

tetapi engkau terlalu sibuk...

Di satu tempat, engkau duduk tanpa melakukan apapun.

Kemudian Aku melihat engkau menggerakkan kakimu.

Aku berfikir engkau akan datang kepadaKu, tetapi engkau

berlari ke telefon dan menelefon seorang teman untuk sekadar berbual-bual.

Aku melihatmu ketika engkau pergi bekerja dan Aku menanti dengan sabar sepanjang hari. Namun dengan semua kegiatanmu Aku berfikir engkau terlalu sibuk untuk mengucapkan sesuatu kepadaKu.

Sebelum makan siang Aku melihatmu memandang ke

sekeliling, mungkin engkau merasa malu untuk berbicara

kepadaKu, itulah sebabnya mengapa engkau tidak

sedikitpun menyapaKu.

Engkau memandang tiga atau empat meja sekitarmu dan

melihat beberapa temanmu berbicara dan menyebut namaKu

dengan lembut sebelum menjamah makanan yang kuberikan,

tetapi engkau tidak melakukannya.....

Ya, tidak mengapa, masih ada waktu yang tersisa dan

Aku masih berharap engkau akan datang kepadaKu,

meskipun saat engkau pulang ke rumah kelihatannya

seakan-akan banyak hal yang harus kau kerjakan.

Setelah tugasmu selesai, engkau menghidupkan TV, Aku

tidak tahu apakah kau suka menonton TV atau tidak,

hanya engkau selalu ke sana dan menghabiskan banyak

waktu setiap hari di depannya, tanpa memikirkan apapun

dan hanya menikmati siaran yang ditampilkan, hingga waktu-

waktu untukKu dilupakan.

Kembali Aku menanti dengan sabar saat engkau menikmati

makananmu tetapi kembali engkau lupa menyebut namaKu

dan berterima kasih atas makanan yang telah Kuberikan.

Saat tidur Kufikir kau merasa terlalu lelah.

Setelah mengucapkan selamat malam kepada keluargamu,

kau melompat ke tempat tidurmu dan tertidur tanpa

sepatahpun namaKu kau sebut. Tidak mengapa kerana mungkin

engkau masih belum menyedari bahawa Aku selalu hadir untukmu.

Aku telah bersabar lebih lama dari yang kau sedari.

Aku bahkan ingin mengajarkan bagaimana bersabar terhadap orang lain. Aku

sangat menyayangimu, setiap hari Aku menantikan sepatah kata darimu,

ungkapan isi hatimu, namun tak kunjung tiba.

Baiklah..... engkau bangun kembali dan kembali Aku

menanti dengan penuh kasih bahawa hari ini kau akan

memberiKu sedikit waktu untuk menyapaKu...

Tapi yang Kutunggu ... ah tak juga kau menyapaKu. Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, Isya dan Subuh lagi kau masih tidak mempedulikan Aku.

Tak ada sepatah kata, tak ada seucap doa, tak ada

pula harapan dan keinginan untuk sujud kepadaKU....

Apakah salahKu padamu ...? Rezeki yang Kulimpahkan,

kesihatan yang Kuberikan, Harta yang Kurelakan, makanan

yang Kuhidangkan , Keselamatan yang Kukurniakan,

kebahagiaan yang Kuanugerahkan, apakah hal itu tidak

membuatmu ingat kepadaKu ???

Percayalah, Aku selalu mengasihimu, dan Aku tetap

berharap suatu saat engkau akan menyapaKu, memohon

perlindunganKu, bersujud menghadapKu ... Kembali kepadaKu.

Yang selalu bersamamu setiap saat,

Tuhanmu....

Khalil Gibran

SYUKUR

Bangun di fajar subuh dengan hati seringan awan

Mensyukuri hari baru penuh sinar kecintaan

Istirahat di terik siang merenungkan puncak getaran cinta

Pulang di kala senja dengan syukur penuh di rongga dada

Kemudian terlena dengan doa bagi yang tercinta dalam sanubari

Dan sebuah nyanyian kesyukuran terpahat di bibir senyuman

Kahlil Gibran

TANYA SANG ANAK

Konon pada suatu desa terpencil

Terdapat sebuah keluarga

Terdiri dari sang ayah dan ibu

Serta seorang anak gadis muda dan naif!

Pada suatu hari sang anak bertanya pada sang ibu!

Ibu! Mengapa aku dilahirkan wanita?

Sang ibu menjawab,"Kerana ibu lebih kuat dari ayah!"

Sang anak terdiam dan berkata,"Kenapa jadi begitu?"

Sang anak pun bertanya kepada sang ayah!

Ayah! Kenapa ibu lebih kuat dari ayah?

Ayah pun menjawab,"Kerana ibumu seorang wanita!!!

Sang anak kembali terdiam.

Dan sang anak pun kembali bertanya!

Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ayah?

Dan sang ayah pun kembali menjawab," Iya, kau adalah yang terkuat!"

Sang anak kembali terdiam dan sesekali mengerut dahinya.

Dan dia pun kembali melontarkan pertanyaan yang lain.

Ayah! Apakah aku lebih kuat dari ibu?

Ayah kembali menjawab,"Iya kaulah yang terhebat dan terkuat!"

"Kenapa ayah, kenapa aku yang terkuat?" Sang anak pun kembali melontarkan

pertanyaan.

Sang ayah pun menjawab dengan perlahan dan penuh kelembutan. "Kerana

engkau adalah buah dari cintanya!

Cinta yang dapat membuat semua manusia tertunduk dan terdiam. Cinta yang

dapat membuat semua manusia buta, tuli serta bisu!

Dan kau adalah segalanya buat kami.

Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan kami.

Tawamu adalah tawa kami.

Tangismu adalah air mata kami.

Dan cintamu adalah cinta kami.

Dan sang anak pun kembali bertanya!

Apa itu Cinta, Ayah?

Apa itu cinta, Ibu?

Sang ayah dan ibu pun tersenyum!

Dan mereka pun menjawab,"Kau, kau adalah cinta kami sayang.."

Khalil Gibran

WAKTU

Dan seorang pakar astronomi berkata, "Guru, bagaimanakah perihal Waktu?"

Dan dia menjawab:

Kau ingin mengukur waktu yang tanpa ukuran dan tak terukur.

Engkau akan menyesuaikan tingkah lakumu dan bahkan mengarahkan

perjalanan jiwamu menurut jam dan musim.

Suatu ketika kau ingin membuat anak sungai, di mana atas tebingnya kau akan

duduk dan menyaksikan alirannya.

Namun keabadian di dalam dirimu adalah kesedaran akan kehidupan nan abadi,

Dan mengetahui bahawa semalam hanyalah kenangan utk hari ini dan esok

adalah harapan dan impian utk hari ini.

Dan yang menyanyi dan merenung dari dalam jiwa, sentiasa menghuni ruang

semesta yang menaburkan bintang di angkasa.

Siapa di antara kalian yang tidak merasa bahawa daya mencintainya tiada

batasnya?

Dan siapa pula yang tidak merasa bahawa cinta sejati, walau tiada batas,

terkandung di dalam inti dirinya, dan tiada bergerak dari fikiran cinta ke

fikiran cinta, pun bukan dari tindakan cinta ke tindakan cinta yang lain?

Dan bukanlah sang waktu sebagaimana cinta, tiada terbahagi dan tiada kenal

ruang?

Tapi jika di dalam fikiranmu baru mengukur waktu ke dalam musim, biarkanlah

tiap musim merangkumi semua musim yang lain,

Dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan dan masa depan

dengan kerinduan.

Khalil Gibran

Tidak ada komentar:

Posting Komentar